Psycho Avatar

Posted At Thursday, June 28, 2007

Coming Soon
Akhirnya, setelah memaksakan diri, saya berhasil memiliki domain sendiri www.donnyreza.net. Saat ini belum berisi apa pun, rancangan websitenya belum selesai, tertunda terus. Maklum, sedang malas sekali coding. Saya punya kapasitas 100Mb, ada saran untuk diisi apa saja? Asal jangan minta aplikasi-aplikasi atau apapun yang berbau bajakan, terbentur policy dengan pihak penyedia layanan Hosting, Qwords. Mudah-mudahan saya tidak salah pilih. Pemilihan Qwords sendiri setelah melalui perbandingan dengan penyedia layanan yang sama, selain itu, karena mereka ada di Bandung, sehingga lebih memudahkan untuk saya.

So, tunggu saja tanggal mainnya :) Sayangnya dalam 2 minggu ke depan, website pribadi itu masih dalam tahap under construction. Jadi, belum berisi apa-apa. Rancangan websitenya sudah 60%, masih perlu perbaikan dan tambahan sana-sini, terutama security-nya. Meskipun, sebetulnya saya tidak keberatan website saya ada yang 'mengacak-acak', asal...kasih tahu saya dimana kelemahannya. Jadi, sekalian saya belajar...;) Apalagi, rencana ke depan, saya akan menggunakan juga untuk keperluan e-commerce, berbisnis lewat internet, yang terpikir oleh saya sih jualan buku online, meskipun sudah banyak juga yang sejenis. Ada masukan?

Akan tetapi, saya bingung...infinityproject, psychoavatar, katapengantar dan IndoEnglish dihapus jangan ya? :(

S 3 K 3 l 0 4. 280607. 23.25.

NB : Duh, lagu Nirwana-nya GIGI jam segini bener-bener enak di telinga dan bikin memori saya berputar ke masa lalu...:)

Labels: ,

Posted At Thursday, June 21, 2007

Badai vs Badai

Setelah mendengarkan The New Version of OST. Badai Pasti Berlalu (BPB), saya jadi tergelitik untuk membandingkan dengan judul yang sama garapan Erwin Gutawa keluaran tahun 1999. Sayangnya, saya tidak memiliki koleksi versi pertama album tersebut, yang keluar tahun 1975. Itu lho, yang covernya berwarna hijau dan bergambar Christine Hakim sedang berlari. Konon, album tersebut menggebrak pasar musik Indonesia yang cenderung statis saat itu. Kalau didengarkan dari 2 album versi terbarunya, bisa dipastikan bahwa album tersebut memang beberapa langkah lebih maju dibandingkan musik saat itu. Saya tidak menyangka, Eros Djarot yang sekarang lebih terkenal menjadi seorang politikus, adalah orang yang memiliki peran besar dalam menghasilkan album tersebut. Beberapa lagu ciptaannya, juga bareng dengan Chrisye, memang menjadi lagu-lagu evergreen, tidak habis dimakan zaman. Sebut saja Pelangi, Cintaku dan Angin Malam.

Berbicara tentang album BPB, tentunya tidak bisa lepas dari sosok almarhum Chrisye, legenda yang belum genap 3 bulan meninggalkan dunia ini. Menyadari hal itu, Andi Rianto, arranger sekaligus penggarap album BPB versi terbaru, rupanya ingin melepaskan bayang-bayang Chrisye dari album garapannya. Aransemen lagu dirombak total, beberapa musisi dan penyanyi terbaik negeri ini dilibatkan. Bukan tugas mudah untuk semua yang terlibat, ada beban mental pastinya. Hasilnya, tidak terlalu mengecewakan, mekipun pada beberapa lagu saya kecewa berat. Tentunya, ini adalah penilaian subyektif dari saya setelah membandingkan dengan album garapan Erwin Gutawa, yang menurut saya sangat fenomenal, entah dengan versi pertamanya, adakah yang bisa bantu mendapatkan?

Sesuatu yang lumrah jika saya membandingkan kedua album tersebut, meskipun sebetulnya dalam berkarya, pembandingan-pembandingan semacam itu tentulah tidak obeyektif. Setiap orang punya cara dan sense yang berbeda dalam menggarap suatu karya, dan setiap orang juga punya selera yang berbeda dalam mengapresiasi suatu karya. Satu lagu bisa menjadi sangat berbeda di tangan setiap orang, dan apapun hasilnya, tidak bisa dikatakan lebih jelek daripada yang lain. Hanya saja, pasti ada kelebihan tersendiri jika karya yang lain lebih menonjol dibandingkan yang lain, meskipun menggarap lagu yang sama. Itulah yang saya bandingkan, kelebihan-kelebihan dalam 2 album ini, dan inilah penilaian saya, dengan segala kesoktahuan saya.

Cintaku
Menarik sekali mendengarkan versi swing jazz dari lagu ini, tapi Lucky 'Idol' perlu menambah jam terbang untuk menyanyikan lagu semacam ini. Saya mendengar ada beberapa bagian yang tidak sinkron antara Lucky dan musik, tapi sebetulnya untuk musik jazz yang full improvisasi, sah-sah saja. Suara Lucky yang berat, memang cocok dengan lagu ini, hanya saja, ya itu tadi, perlu jam terbang lebih banyak.

Sementara itu, Erwin Gutawa menyajikan lagu ini lebih groovy, ditambah gesekan biola dari Hendry Lamiri dan kocokan gitar Tohpati juga cukup dominan mengiringi sepanjang lagu. Lebih cocok didengarkan atau dinyanyikan dalam suasana bahagia. Point saya berikan untuk versi 2007, karena berhasil menjadikan lagu ini lebih unik.

Merepih Alam
Adalah salah satu lagu favorit saya. Versi 1999 tampil dengan aransemen yang dominan suara gitar akustik, versi 2007 tampil dengan petikan gitar saja. Audi berhasil membawakan lagu ini dengan baik, apalagi dengan hanya 'ditemani' oleh petikan gitar, lagu ini menjadi lebih syahdu, cocok untuk jadi 'teman' malam. Petikan gitar akustiknya juga berhasil membawakan suasana lagu menjadi lebih romantis, emosional dan sentimentil. Saya menyukai kedua versi lagu ini, tapi karena harus memilih, maka point saya berikan untuk versi 2007.

Semusim
Jika Erwin memilih untuk menonjolkan unsur ethnic pada lagu ini, Andi Rianto memilih kesan modern. Keberanian Erwin memadukan Chrisye dengan Waljinah yang pesinden itu, menjadikan lagu ini cukup menarik didengarkan. Pemilihan beberapa alat musik ethnic menjadikan lagu ini terasa eksotis, meskipun kadang-kadang serasa mendengarkan Wayang Kulit juga sih. Namun, pilihan Andi Rianto dengan melibatkan Winky Wiryawan sebagai DJ di versi terbaru, patut diancungi jempol. Nuansa 70-an berbalut musik dugem atau disko, boleh juga. Cocok sebagai lagu pengiring senam dan bergoyang di pagi hari. Ini bukan sebuah penghinaan lho, tapi memang enak didengarkan sambil bergoyang. Hanya saja, Raihanuun yang menyanyikan lagu ini, terasa kurang cocok dengan musik. Kalau saya merasa lagu ini akan cocok jika dinyanyikan oleh Melly Goeslaw yang bisa lebih centil.

Saya lebih menyukai versi terbaru untuk jadi pilihan. Dari total durasi hampir 6 menit, setengahnya adalah intro, tapi bagian itulah yang saya sukai.

Merpati Putih
Duh, sayang sekali, saya seperti mendengar kuntilanak bernyanyi di versi terbaru lagu ini, terkesan jadi horor sekali. Memang berhasil membuat saya merinding, sayangnya bukan merinding karena lagu ini luar biasa, tapi karena takut. Heu3x. Jangan-jangan, memang ini yang menjadi kelebihannya ya? Dan desahan-desahan Astrid itu, aduh, kok rasanya mengganggu sekali buat saya ya? Padahal lagu ini sangat sederhana sebetulnya, tidak terlalu memerlukan aransemen yang aneh-aneh. Pada lagu ini, musiknya juga cukup dominan oleh suara dari mesin sampling. Namun, andaikan lagu ini tidak pernah ada sebelumnya, saya jamin lagu ini akan cepat dilupakan.

Erwin Gutawa berhasil menjadikan lagu ini sebagai lagu yang akan 'dirindukan' oleh mereka yang pernah mendengarnya. Dengan balutan orksestra, lagu ini memang terkesan sederhana, tapi kuat sekaligus megah. Pilihan saya untuk versi Erwin Gutawa.

Khayalku
Di album garapan Erwin Gutawa, lagu ini adalah yang paling saya sukai, tapi di versi terbaru saya kecewa berat dengan lagu ini. Tadinya saya berharap lagu ini bisa lebih menggigit. Duet Chrisye dan Nicky Astria, dibalut kesolidan musik dari Erwin Gutawa, Eddy Kemput, Thomas Ramdhan dan Ronald, dalam banyak hal tidak 'terkejar' oleh versi terbaru. Memang menawarkan sesuatu yang baru, tapi juga banyak yang hilang dari lagu ini. Warna dan nuansa lagu ini juga menjadi tidak terlalu jelas, terlalu tanggung untuk disebut rock, tapi tidak bisa juga disebut pop, sementara penyanyinya, Paul t-Five, berwarna R&B. Entah saya salah atau tidak, tapi saya merasa penyanyi dan musiknya tidak nyambung, bahkan seperti memaksakan diri. Belum lagi dari aransemen lagu, Erwin berhasil menggarap lagu ini lebih apik dengan balutan musik yang lebih progressive, sehingga tidak cepat membosankan. Sialnya, kebosanan inilah yang, belum apa-apa, sudah saya rasakan saat pertama kali mendengar versi terbaru. Sayang sekali memang. Point untuk versi 1999.

Baju Pengantin
Versi 1999 disajikan dengan musik orkestra, lebih emosional. Pada beberapa bagian terasa ruang kosong yang bisa membangkitkan imajinasi kita untuk mengisinya dengan musik-musik tambahan kita sendiri. Ruang kosong itulah yang menjadikan suara Chrisye di lagu ini juga terasa dominan. Hebatnya Chrisye, dengan suaranya yang sederhana, bisa menjadi ruh dari lagu ini.

Versi terbaru lebih nge-pop. Bagus, tapi nuansa musik malah mengingatkan pada lagu Kesan Dimatamu yang dibawakan Chrisye awal 90-an. Terutama dari beberapa suara alat musik yang menonjol. Marshanda juga pas menyanikannya. Namun, secara keseluruhan, lagu ini berhasil disajikan dengan baik. Akan tetapi, pilihan saya jatuh pada versi 1999.

Serasa
Di album versi 1999, lagu ini adalah yang paling meriah dan paling panjang durasinya. Bernuansa musik-musik festival atau musik tahun 80-an, dan terkesan ramai sekali. Sepertinya lagu Semusim versi 2007 juga 'mencontek' aransemen lagu ini. Diakhiri oleh solo panjang dari Hendry Lamiri dan rampak gendang...dan kesan yang saya dapat, ya itu...ramai!

Pada versi terbaru, agak jazz juga, dibawakan oleh Ello. Namun, saya tidak merasakan sesuatu yang special pada lagu ini, sehingga tidak sampai menarik perhatian saya untuk ingin selalu mendengarkan. Pada dasarnya, saya juga memang kurang menyukai lagu ini. Akan tetapi, pilihan saya jatuh pada versi Erwin.

Angin Malam
Pertama kali saya mendengarkan lagu ini ketika saya sedang sentimentil sekali di zaman SMA dulu, mendengarkan di radio menjelang tengah malam, dan saya langsung menyukainya. Bahkan menjadi salah satu lagu yang paling sering saya dengarkan hingga saat ini. Dengan intro piano, untuk selanjutnya disambung oleh orkestra dan sedikit sentuhan gitar akustik, lagu ini menjadi sangat megah, tapi tetap sederhana. Sepanjang lagu, suara piano sangat dominan. Saya salut kepada Erwin Gutawa yang berhasil memikirkan detil musik dari lagu ini, luar biasa.

Andi /rif mendapatkan tugas berat menyanyikan lagu ini. Dengan suara serak-serak beceknya, dia memang berhasil membawakan lagu ini dengan cukup baik. Berhasil juga menawarkan warna baru dari lagu ini, tapi itupun tidak lepas dari baiknya aransemen lagu ini yang dominan petikan gitar akustik. Seperti Merepih Alam yang dibawakan oleh Audi, lagu ini cocok didengarkan saat malam hari. Saya menyukainya, tapi versi 1999 masih lebih baik secara keseluruhan.

Pelangi
Giliran Glen Fredly yang kebagian tugas berat lainnya. Lagu paling populer di album ini. Yuni Shara pun pernah mempopulerkan lagu ini pada medio 90-an. Sayangnya, Glen tidak didukung oleh aransemen seluarbiasa, segagah dan semegah versi 1999. Aransemennya cenderung biasa-biasa saja, tipikal lagu-lagu Glen, tidak menawarkan warna baru. Meskipun, dengan nuansa semi-jazz dan R&B, lagu ini jadi terasa lebih eksklusif. Kenapa ya, aransemen di album terbaru cenderung membosankan? Termasuk juga aransemen lagu ini.

Salah satu alasan saya mengagumi versi 1999, karena berhasil memainkan emosi saya dengan aransemen musiknya. Inilah nilai lebih dari seorang Erwin Gutawa. Sulit ditebak, sehingga tidak menjadikan cepat bosan ketika mendengar lagu tersebut berulang-ulang. Dan Pelangi di tangan Erwin menjadi salah satu lagu yang paling kuat dari sisi aransemen musik, meskipun pada tahun 1999 lagu ini tidak terlalu populer. Selain itu, gebukan Drum dari Ronald cukup memberi pengaruh unsur rock pada lagu ini. Satu lagi point untuk versi 1999.

Matahari
Efek suara Sitar dari Gitar Dewa Budjana dominan mengiring sepanjang lagu ini di versi 1999. Itu juga yang menjadikan lagu ini menarik. Selain itu juga suara suling pada beberapa bagian lagu, dan juga suara-suara kendang menjadikan lagu ini terasa eksotis. Menariknya, di lagu ini, Chrisye diduetkan dengan Aning Katamsi, yang menyumbangkan suara seriosanya. Di album aslinya, Chrsiye berduet dengan ibu dari Aning Katamsi. Selain itu, paduan suara dari Impromptu juga membantu menambah kekayaan khazanah lagu ini.

Sementara itu, tidak banyak yang ditawarkan dari versi 2007. Meskipun dari sisi aransemen, lagu ini sudah bagus. Namun, bagi yang tidak menyukai versi 1999, versi 2007 bisa menjadi alternatif dalam menikmati lagu Matahari. Versi 1999, mendapat nilai lebih dari kekayaan unsur yang terlibat didalamnya.

Badai Pasti Berlalu
Aransemen musik versi 1999 sebetulnya sangat sederhana. Sepanjang lagu, yang paling dominan adalah pengulangan dari nada-nada keyboard dan gebukan drum yang itu-itu saja. Namun, di sepanjang lagu itu juga, keluar-masuk unsur-unsur lain. Saluang, Serinai, Paduan Suara dan perkusi. Dan menjelang akhir lagu, semua unsur itu masuk menjadi satu. Jadi, dari awal sampai akhir lagu, emosinya semakin menaik, meskipun temponya tidak berubah.

Pada versi baru, sebetulnya lagu ini digarap dengan baik. Namun, saya merasa Ari Lasso tidak memberikan penjiwaan yang cukup pada lagu ini, jadi seperti tidak punya ruh. Mengalir begitu saja, tiba-tiba sampai di akhir lagu. Seperti beberapa lagu lainnya, lagu ini juga malah terkesan membosankan. Akan tetapi, jika dibandingkan versi 1999, saya tentu akan memilih versi baru untuk konsumsi telinga saya.

Hasil akhir, 7:4 untuk versi 1999. Terlepas dari subyektivitas penilaian, saya tetap menyatakan apresiasi yang setinggi-tingginya untuk mereka yang terlibat dalam penggarapan kedua album ini. Lagipula, mereka juga tidak akan terpengaruh oleh penilaian saya ini, baca saja belum tentu. Penilaian ini juga dilakukan oleh orang yang tidak terlalu ahli memainkan alat musik atau mengaransemen lagu, hanya seorang penikmat musik saja. Namun, alangkah baiknya jika ternyata penilaian saya yang seadanya ini juga ternyata bisa memacu para musisi kita untuk menyajikan musik-musik yang berkualitas.

S 3 k 3 l 0 4. 210607. 10.37.

Labels: ,

Posted At Wednesday, June 20, 2007

Launching Lagi
Setelah, susah payah launching katapengantar, kini giliran IndoEnglish:Try This At Home yang resmi launching, setelah sekitar 2 bulan tertunda. Mohon maaf untuk Nana karena keterlambatan ini, ditunggu tulisan-tulisan selanjutnya. Buat Opie, contohnya langsung aja lihat di IndoEnglish, saya tunggu kontribusinya. Lebih dari itu, semoga 2 project ini bisa bermanfaat untuk semuanya. Silahkan kunjungi katapengantar dan IndoEnglish. :) Jika ada yang berminat jadi kontributor, hubungi saya aja ;)

Labels:

Nostalgia SMA : Catatan Menjelang Reuni Akbar SMA Negeri 3 Bogor, part 1
Tidak terasa. Sudah 7 tahun sejak kelulusan SMA pada tahun 2000. SMA Negeri 3 Bogor, sekolah yang meninggalkan kesan cukup mendalam bagi saya. Memori saya pada sekolah ini bisa disimpulkan dalam beberapa kata : persahabatan, tawuran, bola plastik, kantin, Robot, musholla dan...menderita karena cinta :)) Tentunya, cerita ini berdasarkan sudut pandang dari apa yang saya alami selama 3 tahun.

Sebetulnya, beberapa saat menjelang lulus SMP, saya benar-benar dalam keadaan tidak siap. Saya tidak tahu peta SMA di Bogor, yang saya tahu hanya 2 sekolah, STM Negeri Bogor yang berjarak beberapa ratus meter dari rumah, dan SMA Negeri 8 Bogor yang tidak terlalu jauh dari SMP tempat saya bersekolah. Maklumlah, 'anak kabupaten'...teman-teman SMP saya nggak jauh-jauh dari sekitaran sekolah, dan tempat main saya juga nggak jauh-jauh dari sekitar rumah dan sekolah. Selain itu, saya merasa berat untuk cepat-cepat meninggalkan SMP, karena memang meninggalkan kesan cukup mendalam juga.

Di SMP itu, saya masih terhitung anak yang 'beruntung'. Diantara teman-teman dekat, saya adalah yang paling 'pintar', paling beruntung dari segi ekonomi, salah satu dari dua orang yang melanjutkan ke SMA, dan satu-satunya yang melanjutkan kuliah. Di sekolah itulah saya bersahabat dengan orang-orang yang termarginalkan. Hampir semua sahabat saya melanjutkan ke STM, tujuannya jelas, agar setelah lulus bisa langsung bekerja. Ada juga yang kemudian tidak bisa melanjutkan sekolah dan kemudian bekerja menjadi buruh karena masalah ekonomi, atau putus cinta gara-gara perbedaan status sosial. Sahabat-sahabat SD saya lebih tragis lagi, 2 orang diantaranya saya dapati sedang menjadi calo angkot dan preman. Cerita-cerita semacam itu memang ada, meskipun tidak sedramatis apa yang ditulis Andrea Hirata dalam Laskar Pelangi. Namun, saya merasa sangat beruntung pernah bersekolah di SMP tersebut, SMP Negeri 1 Kedung Halang, yang beberapa saat menjelang saya lulus berubah menjadi SMP Negeri 15 Bogor, imbas dari pengembangan Kotamadya Bogor. Disanalah saya mendapatkan persahabatan yang jujur.

Alasan saya memilih SMAN 3 sebetulnya bermula dari cerita salah seorang alumni SMP tersebut yang saat itu sedang bersekolah di sana. Tidak ada cerita yang benar-benar 'bagus' sebetulnya. Hanya cerita tentang PMR sekolah tersebut yang cukup disegani, karena saat itu dari organisasi itulah saya banyak mendapatkan sahabat dan pengalaman yang berharga. Saya berniat melanjutkan lagi masuk PMR ketika SMA, dengan harapan akan mendapatkan sahabat, pengalaman dan cerita-cerita konyol yang bisa diceritakan kepada anak-cucu saya nanti :)) Selain itu, hanya cerita tentang tawuran-tawuran yang melibatkan SMAN 3 dan bahwa sekolah tersebut memiliki tetangga sekaligus musuh abadi, SMAN PGRI 1. Namun, itu juga yang membuat saya semakin tertarik untuk masuk ke sekolah tersebut, meskipun tidak pernah sekalipun saya terlibat. Terbukti, selama 3 tahun saya menjadi bagian dari sekolah tersebut, serang-menyerang antara 2 sekolah tersebut yang terjadi puluhan kali, menjadi sesuatu yang 'biasa'. Justru terasa hambar jika SMAN 3 tidak terlibat tawuran. Mulai saat itu, saya bertekad melanjutkan ke SMAN 3 Bogor. Sayangnya, organisasi PMR mengalami kemunduran ketika saya tergabung didalamnya, sehingga tidak banyak yang bisa saya dapatkan dari sana.

Guru Matematika SMP yang saya kenal cukup dekat, meragukan 'kemampuan' saya untuk bisa seperti di SMP tersebut jika saya melanjutkan ke SMAN 3. Alasannya, persaingan di sana lebih ketat. Oleh sebab itu, beliau menyarankan agar saya memilih SMAN 6 saja, namun saya tetap keukeuh memilih SMAN 3. Ketika itu, saya memang terkenal karena beberapa kali menjadi juara kelas, juga sebagai 'raja' Matematika. Ferry Hasdi, yang bersama-sama dengan saya melanjutkan ke SMAN 3, adalah sahabat sekaligus saingan saya. Satu lagi saingan kami berdua adalah seorang perempuan berjilbab yang juga jadi 'love story' saya ketika SMP :)) Pada akhirnya, ketika perpisahan SMP, kami bertiga termasuk ke dalam 10 orang yang mendapatkan penghargaan NEM terbaik. Ferry ke-2, my 'love story' ke-5, dan saya...pertama! :))

Memang, dikemudian hari, prediksi guru Matematika SMP tersebut terbukti. Bedanya, Ferry tetap cemerlang dengan prestasinya, bahkan ketika lulus dari SMAN 3, Ferry mendapatkan predikat NEM tertinggi untuk jurusan IPA. Ketika acara perpisahan, dialah yang menjadi 'raja' acara tersebut, dan yang menjadi 'ratu'-nya...ah, tak usahlah saya sebutkan, yang jelas saya iri dan 'cemburu' pada Ferry saat itu. Hihihi. Di sisi lain saya juga bangga, karena setidaknya Ferry bisa mengangkat almamater SMP kami, meskipun sebetulnya tidak ada yang peduli dari sekolah mana kami berasal. Sementara saya...saya benar-benar tenggelam dalam prestasi yang pas-pasan. Bukan karena tidak bisa bersaing, tapi ketika SMA saya benar-benar malas belajar. Meskipun, khusus untuk Matematika, saya tetap menguasai pelajaran tersebut ketika kelas 1 dan 2. Hanya Matematika satu-satunya yang bisa saya kuasai secara alami, tanpa perlu proses belajar yang panjang, kadang-kadang apa yang baru diajarkan sekali, bisa saya pahami dan ingat dalam jangka waktu lama. Sementara kelas 3 adalah puncak kemalasan saya. Ironisnya, Matematika lah yang memiliki nilai terendah dalam NEM SMA saya. Entah apa penyebabnya, yang jelas ketika kelas 3 SMA, otak saya turun jauh ke level inferior.

Salah satu keunikan sekolah ini adalah adanya seleksi untuk kelas Taruna, yaitu kelas yang dibuat khusus untuk menjadi tim paskibra sekolah. Lucunya, alumni yang juga teman dekat saya tersebut memprovokasi untuk mengatakan tidak bersedia menjadi Taruna. Maka, pada saat seleksi, saya mengatakan "tidak!" di tiap pos yang saya masuki. Di sisi lain, keberadaan kelas ini menciptakan gap yang cukup lebar diantara kelas Taruna dan non-Taruna. Saya sendiri termasuk salah seorang yang tidak menyukai keberadaan kelas Taruna. Untunglah, ketika kelas 2 dan kelas 3, semuanya dilebur kembali. Pada akhirnya, saya malah mendapatkan banyak teman dekat yang berasal dari kelas Taruna tersebut.

Tawuran adalah keunikan lain dari sekolah ini. Menjadi unik, karena rasanya cukup ganjil mendapati anak-anak yang pintar, tapi doyan tawuran. Jika dibandingkan dengan seluruh sekolah yang ada di Bogor, SMAN 3 adalah sekolah yang paling banyak mencatat rekor tawuran, juga paling banyak musuh. Kecuali SMAN 1, 4 dan 5, semua SMA Negeri pernah berhadapan dengan SMAN 3. Dengan SMAN 1, jenis persaingan yang terjadi lebih merupakan persaingan gengsi sekolah. Meskipun patut diakui, dalam banyak hal, SMAN 3 selalu menjadi nomor 2 jika dibandingkan SMAN 1. Frekuensi tawuran sekolah tersebut melebihi frekuensi tawuran STM-STM yang ada di Bogor. Sekolah mana lagi yang melakukan tawuran seminggu sekali? Tawuran-tawuran yang terjadi tentunya menjadi cerita tersendiri bagi para pelakunya. Sedangkan bagi saya itu adalah sebuah gangguan. Bagaimana tidak terganggu jika setiap berangkat dan pulang ke sekolah saya harus merasa tegang sepanjang jalan gara-gara takut ketemu musuh sekolah kami?

Ada cerita unik ketika saya kelas 2. Kelas kami sedang dalam tahap renovasi, karena itu kelas kami dipindahkan sementara ke kelas lain yang lebih dekat dengan pintu gerbang dan pinggir jalan. Saat itu giliran jadwal siang dan ulangan Matematika. Sunyi, karena kami sibuk dengan soal-soal Matematika. Sebelum tiba-tiba terdengar suara riuh sepatu berlari yang jumlahnya sekitar puluhan orang. Beberapa orang diantara kami, termasuk saya, tergelitik untuk melihat ke luar, karena tempat duduk saya tepat di sebelah jendela. Maka, ketika kami lihat puluhan orang berseragam SMA yang bersiap melempar batu, saat itu juga kami berteriak "diserang!!". Seketika itu kelas kami membubarkan diri, beberapa detik kemudian..."Prang!!!" batu-batu memecahkan kaca jendela kelas kami, termasuk jendela tempat saya melihat. Untunglah kelas sudah hampir kosong ketika kaca-kaca tersebut pecah, meskipun ada juga seorang perempuan yang terkena lemparan batu tepat dikepalanya. Semuanya terjadi begitu cepat. Chaos. Serangan balik dilakukan oleh teman-teman saya, dan tidak lama kemudian mereka terusir.

Pelajaran selanjutnya adalah Agama Islam. Maka, sebelum pelajaran dimulai, guru tersebut bertanya "Siapa yang tadi membalas serangan?". Dan...jreng, kecuali saya dan ketua kelas, semua laki-laki di kelas tersebut mengacungkan tangannya. Whahaha...hebat! Padahal, jika dibandingkan kelas lain, laki-laki di kelas kami hanya sedikit yang suka terlibat tawuran. Mungkin gara-gara ulangan Matematika, membuat otak mereka jadi korslet :))

Seragam batik sekolah kami juga paling unik. Sementara batik-batik sekolah lain berwarna biru, SMAN 3 berwarna hitam-coklat, dengan corak persis batik Jawa. Di satu sisi, batik ini menjadi ciri khas dan kebanggaan tersendiri, tapi di sisi lain, batik tersebut memudahkan murid-murid dari sekolah lain untuk melakukan sweeping ketika terjadi tawuran. Untungnya, pasangan baju batik tersebut adalah celana hitam, sehingga ketika pulang sekolah, batik tersebut bisa diganti dengan pakaian lain. Apalagi, seragam tersebut dipakai pada hari sabtu, tidak jarang setelah pulang sekolah, diantara kami ada yang langsung ber-malam mingguan.



Memori yang paling berkesan bagi saya adalah cerita tentang sepak bola platik. Sebelumnya, sepak bola hanya dipertandingkan ketika acara 17-an atau class meeting saja. Namun, sejak angkatan kami, sepak bola bisa dilakukan setiap saat, tepatnya ketika kami kelas 2. Tiada hari tanpa sepak bola, bahkan hingga kami lulus pun, kami masih sering bermain di sana. Namun, sebelum akhirnya bisa dilakukan setiap hari, mulanya kami mencuri-curi waktu istirahat, atau jeda antara jadwal pagi dan siang. Tidak jarang juga kami diusir dari lapangan basket yang kami bajak jadi lapangan sepak bola gara-gara mengganggu proses belajar jadwal siang. Namun, kelamaan, guru-guru kami merasakan bosan juga karena teguran-tegurannya tidak pernah kami tanggapi. Dan mungkin, mereka juga menyadari bahwa dengan dibebaskannya sepak bola bagi kami, akan mengurangi frekuensi tawuran, karena energi kami habis dengan bermain sepak bola. Sejak saat itulah, kami bebas melakukan pertandingan sepak bola sesuka kami.

Banyak hal terjadi di lapangan tersebut. Sesekali bola plastik yang kami gunakan masuk ke dalam kelas dan 'disandera' oleh guru yang sedang mengajar, atau membentur kaca kelas dan membuat seisi kelas berteriak histeris...dan kami pun bubar beberapa saat, untuk selanjutnya kembali lagi ke lapangan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Pernah juga tendangan-tendangan kami melenceng hingga mengenai wajah kepala sekolah atau teman kami, telak! Dan kami tertawa terbahak-bahak sambil berguling-gulingan di lapangan, puas...:)) Atau terkekeh centil tatkala bola yang kami tendang mengenai seorang wanita adik kelas kami. Kali lain, kami tiba-tiba membubarkan diri untuk mengusir murid sekolah lain yang menyerang kami, ketika guru-guru dan sebagian besar murid yang lain membicarakan penyerangan tersebut, kami kembali ke lapangan dan memainkan bola dengan riang.

Dan orang-orang gila mana lagi yang sanggup bermain dari waktu dzuhur sampai isya, panas terik ataupun hujan lebat, puasa atau tidak puasa dan dilakukan setiap hari? Satu-satunya yang bisa menghentikan kami adalah cedera atau...pacar yang cerewet dan manja yang datang dengan ultimatum "pilih sepak bola atau gua?" Saya sendiri pernah berhenti total bermain bola selama 2 minggu gara-gara jari kaki saya patah dan engkel kaki saya keseleo. Syukurlah, sebagian besar diantara kami adalah jomblo sejati, sehingga hampir tidak pernah melewatkan sepak bola gara-gara ultimatum pacar. Di mana lagi bisa ditemukan orang-orang sinting yang sanggup membuat guru les menunda mengajar gara-gara menunggu kami kelelahan bermain sepak bola, padahal jadwal mengajar sudah ditentukan. Bisa dipastikan, proses belajar mengajar tidak berjalan optimal karena kami kelelahan, bahkan kadang-kadang masih berkeringat, lalu diajari tentang Fisika, Biologi dan Kimia. Malah ngantuk yang ada.

Di lapangan itulah saya bermain dengan orang-orang gila yang mengaku-aku titisan Fabian Barthez dan Paolo Maldini, tapi dipanggil Thez dan selanjutnya jadi Tessy :)) Ada juga yang ngaku-ngaku titisan Shevcehenko seperti Ucup dan Azhevchenko, tidak jelas siapa yang benar-benar titisannya. Belum lagi Ekky, yang ngaku-ngaku The Next Francesco Totti. Ada yang doyan diving bergaya Filippo Inzaghi, atau ngaku-ngaku reinkarnasi Darko Kovacevic. Dan saya kebagian dibanding-bandingkan dengan Edgar Davids gara-gara kerasnya tendangan saya, tapi tidak akurat. Kalau kata Thez, power 95%, akurasi 5% :)) Namun, dari akurasi yang 5% itulah, saya menghasilkan gol-gol cantik :p

Demi untuk menciptakan dan mengembangkan bakat-bakat sepak bola di SMAN 3, maka kami kemudian merancang sebuah kompetisi antar-kelas. Selama kelas 2 yang terbagi ke dalam 3 caturwulan, kami melakukan 3 kali kompetisi dengan 3 sistem kompetisi yang berbeda. Caturwulan pertama dengan sistem gugur, tiap tim bertemu 2 atau 3 kali, tapi yang lolos ke babak selanjutnya bukan berdasarkan selisih gol. Jika pada pertandingan pertama Tim A menang melawan Tim B, dan pada pertandingan kedua Tim A kalah dari Tim B, maka dilakukan satu kali pertandingan lagi, tidak peduli berapapun selisih golnya. Pada Caturwulan I, kelas saya, 2-4, yang menjadi juara bersama dengan kelas 2-5, karena pertandingan final tidak pernah terlaksana. Caturwulan kedua dengan sistem setengah kompetisi, seperti Piala Dunia. Namun, kelas saya gagal menuju final, pemenangnya adalah kelas 2-7. Kompetisi ketiga menggunakan sistem kompetisi penuh, semua kelas saling bertemu satu sama lain. Dan kelas saya menjadi juaranya.

Hal yang paling menarik dari kompetisi semacam ini adalah atmosfir yang tercipta. Atmosfir persaingan. Setiap pertandingan adalah pertaruhan gengsi kelas atau gengsi pribadi. Maka, tidak mengherankan jika kelas kami kalah, malamnya kami sulit bahkan tidak bisa tidur, saya dan teman-teman saya pernah mengalami ini. Muncul perasaan dendam jika kalah, dan perasaan puas dan bangga jika kalah. Apa yang ada dalam pikiran kami adalah bagaimana memenangkan pertandingan, tidak peduli nilai-nilai kami berantakan, yang penting jangan kalah dalam kompetisi. Itu adalah sebuah harga mutlak bagi kami. Entah apa yang merasuki kami, yang jelas kami benar-benar ke-edan-an sepak bola melebihi apa pun. Gara-gara sepak bola juga, kami selalu menjadi anak-anak yang paling lama berada di sekolah, tidak jarang baru pulang menjelang tengah malam. :))

Dari seringnya interaksi di lapangan, pada akhirnya membentuk sebuah komunitas yang kuat dan solid. Bahkan, setelah hampir 7 tahun lulus dari SMAN 3, silaturahmi diantara kami masih terjalin dengan sangat baik. Termasuk dengan sahabat-sahabat wanita kami yang kadang-kadang disebut 'Cheerleader'. Padahal, mereka hanya penonton dan penunggu 'setia' ketika kami bermain sepak bola, meskipun sesekali juga jadi 'setan' karena meminta kami untuk jangan main sepak bola melulu.

S 3 k 3 l 0 4. 200607. 10.47

Labels: ,

Posted At Tuesday, June 05, 2007

Proyek Sangkuriang, Kaki Lima dan Nasib Kartu Undangan
Sudah lama saya tidak menuangkan cerita tentang kejadian sehari-hari ke dalam tulisan. Kali ini, saya ingin berbagi cerita tentang apa yang saya lakukan dalam 2 minggu terakhir ini. Meskipun sebetulnya saya lebih banyak 'nganggur', tidur dan kadang-kadang melantur akibat mimpi jadi direktur, sambil sesekali makan bubur dan minum jus anggur atau bajigur, juga sering begadang sampai waktu sahur, sehingga seringkali lupa kalau pakaian-pakaian saya belum sempat dijemur. Hehehe...

Suatu malam, menjelang tengah malam, saya ditelpon oleh teman saya, Kang Adam.
"Don, besok sibuk nggak?"
"Nggak. Ada apa pak?" saya biasanya menyebut 'pak' kepada teman saya itu.
"Besok bantuin saya ya? saya dapat orderan kartu undangan 1000 lembar, sekarang istirahat dulu, besok pagi saya jemput."
"Siap, pak."

Demi untuk itu, saya 'terpaksa' tidur lebih cepat dari biasanya. Bagi saya, ukuran cepat itu jika tidur dibawah jam 12 malam. Sahabat saya itu memang terobsesi untuk memiliki usaha percetakan, modalnya hanya kepercayaan dari orang lain dan keinginan belajar yang kuat, serta dorongan untuk menghidupi anak istri, tentu saja, apalagi dorongan yang bisa lebih kuat dari itu? Seperti saya, dia juga tipikal orang yang tidak betah atau tidak berminat untuk jadi orang 'kantoran'. Demi untuk mewujudkan obsesinya tersebut, dia mengajak saya untuk membantunya. Maka, mulailah saya diajak untuk sama-sama belajar tentang dunia percetakan. Saya pun antusias saja setiap diajak, karena saya merasa bisa banyak belajar dan mendapatkan pengalaman. Jadi, kalau ada yang mau bikin kartu undangan, hubungi saya aja ya? Dikasih harga murah deh...Hehehe.

Sekitar jam 7 pagi, saya dijemput dan dibawa ke rumahnya. Dan tampaklah beberapa dus dan lebih dari dua ribu lembar kertas di teras ruang tamunya. Tugas saya kali ini adalah membantu teman saya itu untuk mengelem, melipat dan memasukan kartu undangan ke dalam plastik. Targetnya, besok siang harus sudah selesai karena akan dikirim ke Sumedang. Ini Proyek Sangkuriang namanya. Ingat kan bagaimana cerita Legenda Sangkuriang? Jika dia ingin menikahi Dayang Sumbi, syaratnya adalah Sangkuriang harus membuat sebuah perahu sebelum ayam berkokok. Proyek Sangkuriang adalah sebutan kami untuk pekerjaan-pekerjaan yang memaksa kami begadang semalaman akibat deadline yang biasanya hanya satu hari. Bedanya, tidak ada jin yang terlibat dalam pekerjaan kami.

Tidak lama, teman saya yang lain, Trisna, datang. Teman saya yang satu ini cukup unik dan sedang semangat-semangatnya mendalami Islam. Melihat semangatnya itu, saya jadi teringat pada diri sendiri 2 tahun yang lalu. Pernah hampir gila akibat stress berat, karena usahanya tidak berjalan sesuai rencana dan menghasilkan utang yang cukup besar, untuk ukuran seorang mahasiswa tingkat akhir yang sedang bersemangat berbisnis. Gara-gara itu, selama 3 bulan dia mengurung diri di kamar kost-annya untuk menghindari kejaran tagihan utang dan malu pada keluarganya, hanya keluar pada malam hari untuk makan saja. Tentu bisa dibayangkan bagaimana kondisi mentalnya ketika suatu hari Kang Adam menemukannya di kostannya, kemudian diajak keluar siang hari, dan kalimat yang keluar adalah "sudah lama saya tidak pernah melihat cahaya matahari...". Setelah itu dijemput pulang oleh keluarganya untuk memulihkan kondisi mentalnya, dan selama sebulan 'diasingkan' ke kota Serang. Dalam obrolannya, dia mengatakan, "kalau ingat diri saya 8 bulan yang lalu, ih amit-amit..." Namun, dibalik tampangnya yang chubby, lumayan ganteng dan nampak pendiam itu, saya dan Kang Adam benar-benar dikagetkan dan terhibur dengan cerita-cerita konyol khas sunda yang mengalir dari mulutnya. Maka, kehadirannya cukup membuat fresh suasana 'kerja' kami selama sehari semalam itu. Sehari-harinya, dia sedang berjibaku untuk menyelesaikan skripsinya yang tertunda.

Menjelang tengah hari, ketika kami sedang sibuk dengan pekerjaan kami, keponakan Kang Adam yang berumur 7 tahun, Ai, pulang dari sekolahnya. Dia selalu antusias membantu setiap Kang Adam mendapatkan orderan. Kali ini pun begitu, dia membantu merapikan tumpukan kartu undangan, menyapu sampahnya, meski sesekali dia pun meninggalkan kami begitu saja karena merasa kelelahan. Saya dan Kang Adam sampai tertawa ketika dengan lugunya dia berceloteh,
"Ngapain sih bikin kartu undangan banyak-banyak? Biasanya juga kan cuma dilihat, terus disimpen. Kalau nggak, dikasihin ke anaknya untuk dicoret-coret atau disobek. Kenapa nggak bikin satu aja, terus datangin aja yang mau diundang dan lihatin kartu undangan itu, suruh mereka tulis tanggalnya...kan nggak buang-buang duit."


"Ai cerdas ya..." puji Kang Adam kepada keponakannya. Saya sendiri hanya tertawa karena sebetulnya saya juga menyepakati apa yang Ai bicarakan. Bagi saya, sebuah undangan tidak mesti berupa kartu undangan. Maka, ketika undangan itu sampai dalam bentuk email, blog, sms, telpon, atau bahkan hanya dari ajakan yang mengundang atau kabar dari teman yang lain, dan saya yakin orang yang mengundang tidak akan keberatan dengan kehadiran saya, apalagi sampai mengharapkan kehadiran saya, saya akan mengusahakan untuk memenuhi undangan itu. Dengan ini, sebetulnya saya ingin mengkritik pola pikir orang-orang yang tidak bersedia memenuhi undangan karena tidak mendapatkan kartu undangan, seolah-olah informasi undangan non-kartu tidak dianggap sebagai sebuah undangan. Tidak mendapatkan kartu undangan, bukan berarti tidak diundang. Apalagi, jika yang sedang mengadakan hajatan itu adalah orang-orang yang sebetulnya sangat kita kenal, pernah sekelas, pernah ngobrol bareng atau pernah seorganisasi. Saya bahkan berpendapat, untuk orang-orang yang sudah dekat dengan kita, tidak perlu lagi pakai undangan-undangan semacam itu, kecuali kartu undangan itu dijadikan tanda masuk dan wajib dibawa untuk ditukarkan dengan makanan atau bakalan dapat door prize. Hmm, nanti saya nikah pake kartu undangan jangan ya? :D

Hal yang menarik dari pekerjaan seperti ini adalah ketidakformalannya. Saya bisa bekerjasama dengan anak 7 tahun, atau dengan seorang ibu rumah tangga yang rame bercerita, tentang keluarganya atau tentang gosip terbaru di daerah sekitarnya. Asyik juga mendengar celotehan ibu tukang gosip. Saya juga menyaksikan anak Kang Adam, Maula, yang belum genap 1 tahun sedang belajar berjalan. Seru. Luar biasa menyaksikan perjuangan seorang bayi mencoba berdiri dan berjalan kemudian terjatuh. Dicoba lagi, jatuh lagi, tapi tidak pernah menyerah, meskipun nampak juga kelelahan dan sesekali beristirahat. Dan hal-hal lain yang sebetulnya bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Satu lagi yang jadi pekerjaan saya adalah jadi Pedagang Kaki Lima. Sudah 3 kali hari minggu, jualan gantungan HP, gantungan kunci dan pin di Telkom Geger Kalong, dimana pada hari itu biasanya ada pengajian Majelis Percikan Iman yang diasuh oleh Ustadz Aam Amirudin. Sebetulnya ini hanyalah kerjaan sampingan, tapi saya benar-benar menikmati. Lagi-lagi diajak Kang Adam. Awalnya hanya menemani saja, tapi selanjutnya diserahkan kepada saya, karena Kang Adam meneruskan jualan di Gasibu.

Terkadang hati saya berbicara,"Hey, gua seorang sarjana komputer. Apa-apaan nih? gak malu sama gelar tuh?" Namun, ternyata saya sangat menikmati semua itu. Menikmati rasa malu, menikmati rasa takut, menikmati beratnya bawa barang, semuanya. Memang, materi yang didapatkan tidak ada apa-apanya, bahkan kadang-kadang untuk ongkos saja sudah habis. Namun, bagi saya ini adalah sebuah kesempatan untuk belajar dari orang-orang yang memiliki jiwa wirausaha. Kalau ingin jadi wirausahawan, gaulnya juga harus dengan wirausahawan juga kan? Jadi apa yang saya lakukan sebetulnya adalah menyerap spirit dari orang-orang semacam itu dan dalam rangka mengumpulkan referensi.

Benar saja, belum apa-apa, saya sudah memiliki kenalan seorang 'wanita pejuang'. Spiritnya itu loh...luar biasa. Teh Nina namanya. Manis, berjilbab, masih muda dan dikaruniai 3 orang anak. Cocok sebagai tempat curhat dan diskusi. Ceritanya selalu bersemangat, sehingga kadang-kadang saya merasa malu sendiri. Saya dan Kang Adam bisa berjualan di sana pun karena kebaikan dia yang bersedia memberikan space lapaknya untuk kami gunakan. Dia biasanya berjualan jilbab, tapi selain itu dia berjualan buku bergambar islami terbitan sendiri yang berani dijual sangat murah. Kalau ada pameran, Teh Nina dan suaminya biasanya ikut serta menyewa stand. Bahkan di luar kota sekalipun, seperti Semarang, Malang, Bogor dan Jakarta. Itulah sebabnya kenapa kami menyebutnya 'wanita pejuang'. Dari dia, saya juga cukup banyak belajar tentang manajemen usaha, meskipun secara tidak langsung, hanya dari sharing pengalaman saja.

Terakhir kali saya berteriak-teriak menawarkan barang dagangan adalah ketika lulus SMA. Saat itu, saya dan teman-teman berinisiatif untuk menjual murah buku-buku pelajaran yang pernah kami gunakan kepada adik-adik kelas. Setelah buku-buku terkumpul, digelar di dekat sekolah kami. Hanya saja, saat itu, yang menunggu barang juga banyak, jadi nggak pake malu-malu teriak-teriaknya juga. Do you remember, guys? (buat teman-teman SMA ku...) Kalau sekarang, wah, saya sendirian. "Gantungan kuncinya Teh...", "Gantungan HP-nya Bu.." itupun masih dengan malu-malu, jadi suaranya tertahan. Jadi merasa lucu sendiri...saya tertawa dalam hati sebetulnya.

Hal lain yang menarik adalah memperhatikan karakter calon pembeli. Ada ibu-ibu yang saklek nawar barang, sampai-sampai saya pernah bilang, "Duh, serem kalau denger ibu-ibu nawar barang..." Udah gitu nggak jadi beli pula.

Ada juga perempuan manis yang malu-malu nawar barang,
"ini 5000 aja ya?"
"Duh, belum bisa Teh...", meskipun dalam hati saya ngomong juga, "kalau mau nikah sama saya sih, minta gratis juga dikasih semua Teh..." Hehehe. Nggak kebayang apa jadinya kalau beneran keluar dari mulut saya.

Ada juga tipe pembeli yang bingung.
"Duh, bagus semua nih...lucu-lucu, jadi bingung", sambil semua barang dilihat satu per satu selama hampir 5 menit.
"Beli semua aja atuh Teh, supaya nggak bingung lagi..." kata saya.
"Yee, kalau gratisan mah mau..."

Kali lain ada pembeli yang ngasih duit duluan,
"nih, duitnya dulu deh...barangnya saya pilih-pilih ya"
"udah bener-bener niat beli..." pikir saya.
tidak lama kemudian dia sudah menentukan pilihannya. "saya ambil yang ini aja ya...?"
"oh, iya Teh...makasih"

Nampak sekali perbedaan laki-laki dan wanita dalam menawar barang. Perempuan terkadang sampai merengek-rengek, dan saklek nawar barang, sampai bikin saya mengelus-ngelus dada...dan diakhiri dengan nggak jadi beli dan pergi tanpa dosa. Sementara laki-laki, biasanya lebih gampang beli kalau merasa cocok, apalagi untuk anaknya, bahkan jarang sekali menawar barang. Pernah satu keluarga, ibu bapak dan satu orang anaknya melihat barang dagangan saya.
"Kamu mau...?" tanya si bapak pada anaknya.
"Iya, bagus...beli 2 ya, buat kakak satu." jawab anaknya.
"ya udah, pilih aja...!"
"Ini berapaan?" tanya ibunya pada saya.
"7500-an bu..." jawab saya.
"5000 aja deh, beli 4..."
"walah...bisa tekor gua" pikir saya. "Belum bisa bu..."
"beli 4, 20000 deh ya?"
"aduh bu, maaf, belum bisa...paling bisa juga 25000"
"ya udah...ayo!" sambil mengajak pergi si bapak dan anaknya.
"ck ck ck, ngeri..." pikir saya.

Ada sisi lain dari diri saya yang muncul ketika jadi pedagang. Biasanya saya agak malu-malu terhadap perempuan yang tidak saya kenal, tapi ketika berjualan itu, saya ceplas-ceplos kalau ngomong, sehingga bisa jadi lebih cepat akrab, meskipun banyak juga yang saya simpan dihati saja, terutama kalau komentarin perempuan cantik...hwehehe.

Kali lain, saya diminta untuk memeriksa komputer kakak iparnya Kang Adam, ada masalah katanya, bayarannya lumayan. Bisa untuk 3 hari makan, untuk bujangan seperti saya. Saya diajak ke suatu tempat di Bandung yang belum pernah saya datangi. Dengan dibonceng motor Kang Adam yang berumur hampir 3 windu, kondisinya mengenaskan, kami diajak ke daerah Ciwastra. Daerah Bandung Selatan. Saya diajak melalui jalan-jalan yang tidak pernah terpikirkan kalau naik angkot. Namun, itulah serunya. Saya suka jalan-jalan ke daerah yang belum pernah saya datangi. Itulah salah satu alasan kenapa saya menyukai pekerjaan-pekerjaan semacam ini. Tidak terikat waktu kerja, tidak terikat tempat kerja, dan bisa bekerja dimana saja. Selain itu ada kepuasan tersendiri ketika, dengan ilmu yang saya miliki, saya bisa berbagi atau mengedukasi orang lain tentang komputer dan IT. Meskipun hanya hal-hal kecil seperti bagaimana mematikan komputer yang baik dan menginstall suatu aplikasi.

Yah, saya menganggap semua ini hanya sebuah latihan untuk memperbaiki mental dan karakter diri. Semuanya saya lakukan demi untuk mencapai apa yang menjadi tujuan hidup saya sesungguhnya, menjadi manusia merdeka. Bagaimanapun, saya mencoba untuk tetap tidak akan meninggalkan apa yang menjadi minat dan kompetensi saya, dunia IT, tapi pembelajaran hidup saya kira tidak cukup hanya dari itu saja, meskipun saya rasa sangat terlambat sebetulnya.

S 3 k 3 l 0 4. 050607. 21.20.

NB : Kalau ada yang mau pesan kaos, kartu undangan, yaasinan atau kartu nama, hubungi diriku ya? Hwehehe...Promosi.

Labels: ,

Copyright © 2006 Bom Bye
Design : Donny Reza