My Photo
Name:
Location: Bdg, Bgr, Jawa Barat, Indonesia

Posted At Tuesday, June 05, 2007

Proyek Sangkuriang, Kaki Lima dan Nasib Kartu Undangan
Sudah lama saya tidak menuangkan cerita tentang kejadian sehari-hari ke dalam tulisan. Kali ini, saya ingin berbagi cerita tentang apa yang saya lakukan dalam 2 minggu terakhir ini. Meskipun sebetulnya saya lebih banyak 'nganggur', tidur dan kadang-kadang melantur akibat mimpi jadi direktur, sambil sesekali makan bubur dan minum jus anggur atau bajigur, juga sering begadang sampai waktu sahur, sehingga seringkali lupa kalau pakaian-pakaian saya belum sempat dijemur. Hehehe...

Suatu malam, menjelang tengah malam, saya ditelpon oleh teman saya, Kang Adam.
"Don, besok sibuk nggak?"
"Nggak. Ada apa pak?" saya biasanya menyebut 'pak' kepada teman saya itu.
"Besok bantuin saya ya? saya dapat orderan kartu undangan 1000 lembar, sekarang istirahat dulu, besok pagi saya jemput."
"Siap, pak."

Demi untuk itu, saya 'terpaksa' tidur lebih cepat dari biasanya. Bagi saya, ukuran cepat itu jika tidur dibawah jam 12 malam. Sahabat saya itu memang terobsesi untuk memiliki usaha percetakan, modalnya hanya kepercayaan dari orang lain dan keinginan belajar yang kuat, serta dorongan untuk menghidupi anak istri, tentu saja, apalagi dorongan yang bisa lebih kuat dari itu? Seperti saya, dia juga tipikal orang yang tidak betah atau tidak berminat untuk jadi orang 'kantoran'. Demi untuk mewujudkan obsesinya tersebut, dia mengajak saya untuk membantunya. Maka, mulailah saya diajak untuk sama-sama belajar tentang dunia percetakan. Saya pun antusias saja setiap diajak, karena saya merasa bisa banyak belajar dan mendapatkan pengalaman. Jadi, kalau ada yang mau bikin kartu undangan, hubungi saya aja ya? Dikasih harga murah deh...Hehehe.

Sekitar jam 7 pagi, saya dijemput dan dibawa ke rumahnya. Dan tampaklah beberapa dus dan lebih dari dua ribu lembar kertas di teras ruang tamunya. Tugas saya kali ini adalah membantu teman saya itu untuk mengelem, melipat dan memasukan kartu undangan ke dalam plastik. Targetnya, besok siang harus sudah selesai karena akan dikirim ke Sumedang. Ini Proyek Sangkuriang namanya. Ingat kan bagaimana cerita Legenda Sangkuriang? Jika dia ingin menikahi Dayang Sumbi, syaratnya adalah Sangkuriang harus membuat sebuah perahu sebelum ayam berkokok. Proyek Sangkuriang adalah sebutan kami untuk pekerjaan-pekerjaan yang memaksa kami begadang semalaman akibat deadline yang biasanya hanya satu hari. Bedanya, tidak ada jin yang terlibat dalam pekerjaan kami.

Tidak lama, teman saya yang lain, Trisna, datang. Teman saya yang satu ini cukup unik dan sedang semangat-semangatnya mendalami Islam. Melihat semangatnya itu, saya jadi teringat pada diri sendiri 2 tahun yang lalu. Pernah hampir gila akibat stress berat, karena usahanya tidak berjalan sesuai rencana dan menghasilkan utang yang cukup besar, untuk ukuran seorang mahasiswa tingkat akhir yang sedang bersemangat berbisnis. Gara-gara itu, selama 3 bulan dia mengurung diri di kamar kost-annya untuk menghindari kejaran tagihan utang dan malu pada keluarganya, hanya keluar pada malam hari untuk makan saja. Tentu bisa dibayangkan bagaimana kondisi mentalnya ketika suatu hari Kang Adam menemukannya di kostannya, kemudian diajak keluar siang hari, dan kalimat yang keluar adalah "sudah lama saya tidak pernah melihat cahaya matahari...". Setelah itu dijemput pulang oleh keluarganya untuk memulihkan kondisi mentalnya, dan selama sebulan 'diasingkan' ke kota Serang. Dalam obrolannya, dia mengatakan, "kalau ingat diri saya 8 bulan yang lalu, ih amit-amit..." Namun, dibalik tampangnya yang chubby, lumayan ganteng dan nampak pendiam itu, saya dan Kang Adam benar-benar dikagetkan dan terhibur dengan cerita-cerita konyol khas sunda yang mengalir dari mulutnya. Maka, kehadirannya cukup membuat fresh suasana 'kerja' kami selama sehari semalam itu. Sehari-harinya, dia sedang berjibaku untuk menyelesaikan skripsinya yang tertunda.

Menjelang tengah hari, ketika kami sedang sibuk dengan pekerjaan kami, keponakan Kang Adam yang berumur 7 tahun, Ai, pulang dari sekolahnya. Dia selalu antusias membantu setiap Kang Adam mendapatkan orderan. Kali ini pun begitu, dia membantu merapikan tumpukan kartu undangan, menyapu sampahnya, meski sesekali dia pun meninggalkan kami begitu saja karena merasa kelelahan. Saya dan Kang Adam sampai tertawa ketika dengan lugunya dia berceloteh,
"Ngapain sih bikin kartu undangan banyak-banyak? Biasanya juga kan cuma dilihat, terus disimpen. Kalau nggak, dikasihin ke anaknya untuk dicoret-coret atau disobek. Kenapa nggak bikin satu aja, terus datangin aja yang mau diundang dan lihatin kartu undangan itu, suruh mereka tulis tanggalnya...kan nggak buang-buang duit."


"Ai cerdas ya..." puji Kang Adam kepada keponakannya. Saya sendiri hanya tertawa karena sebetulnya saya juga menyepakati apa yang Ai bicarakan. Bagi saya, sebuah undangan tidak mesti berupa kartu undangan. Maka, ketika undangan itu sampai dalam bentuk email, blog, sms, telpon, atau bahkan hanya dari ajakan yang mengundang atau kabar dari teman yang lain, dan saya yakin orang yang mengundang tidak akan keberatan dengan kehadiran saya, apalagi sampai mengharapkan kehadiran saya, saya akan mengusahakan untuk memenuhi undangan itu. Dengan ini, sebetulnya saya ingin mengkritik pola pikir orang-orang yang tidak bersedia memenuhi undangan karena tidak mendapatkan kartu undangan, seolah-olah informasi undangan non-kartu tidak dianggap sebagai sebuah undangan. Tidak mendapatkan kartu undangan, bukan berarti tidak diundang. Apalagi, jika yang sedang mengadakan hajatan itu adalah orang-orang yang sebetulnya sangat kita kenal, pernah sekelas, pernah ngobrol bareng atau pernah seorganisasi. Saya bahkan berpendapat, untuk orang-orang yang sudah dekat dengan kita, tidak perlu lagi pakai undangan-undangan semacam itu, kecuali kartu undangan itu dijadikan tanda masuk dan wajib dibawa untuk ditukarkan dengan makanan atau bakalan dapat door prize. Hmm, nanti saya nikah pake kartu undangan jangan ya? :D

Hal yang menarik dari pekerjaan seperti ini adalah ketidakformalannya. Saya bisa bekerjasama dengan anak 7 tahun, atau dengan seorang ibu rumah tangga yang rame bercerita, tentang keluarganya atau tentang gosip terbaru di daerah sekitarnya. Asyik juga mendengar celotehan ibu tukang gosip. Saya juga menyaksikan anak Kang Adam, Maula, yang belum genap 1 tahun sedang belajar berjalan. Seru. Luar biasa menyaksikan perjuangan seorang bayi mencoba berdiri dan berjalan kemudian terjatuh. Dicoba lagi, jatuh lagi, tapi tidak pernah menyerah, meskipun nampak juga kelelahan dan sesekali beristirahat. Dan hal-hal lain yang sebetulnya bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Satu lagi yang jadi pekerjaan saya adalah jadi Pedagang Kaki Lima. Sudah 3 kali hari minggu, jualan gantungan HP, gantungan kunci dan pin di Telkom Geger Kalong, dimana pada hari itu biasanya ada pengajian Majelis Percikan Iman yang diasuh oleh Ustadz Aam Amirudin. Sebetulnya ini hanyalah kerjaan sampingan, tapi saya benar-benar menikmati. Lagi-lagi diajak Kang Adam. Awalnya hanya menemani saja, tapi selanjutnya diserahkan kepada saya, karena Kang Adam meneruskan jualan di Gasibu.

Terkadang hati saya berbicara,"Hey, gua seorang sarjana komputer. Apa-apaan nih? gak malu sama gelar tuh?" Namun, ternyata saya sangat menikmati semua itu. Menikmati rasa malu, menikmati rasa takut, menikmati beratnya bawa barang, semuanya. Memang, materi yang didapatkan tidak ada apa-apanya, bahkan kadang-kadang untuk ongkos saja sudah habis. Namun, bagi saya ini adalah sebuah kesempatan untuk belajar dari orang-orang yang memiliki jiwa wirausaha. Kalau ingin jadi wirausahawan, gaulnya juga harus dengan wirausahawan juga kan? Jadi apa yang saya lakukan sebetulnya adalah menyerap spirit dari orang-orang semacam itu dan dalam rangka mengumpulkan referensi.

Benar saja, belum apa-apa, saya sudah memiliki kenalan seorang 'wanita pejuang'. Spiritnya itu loh...luar biasa. Teh Nina namanya. Manis, berjilbab, masih muda dan dikaruniai 3 orang anak. Cocok sebagai tempat curhat dan diskusi. Ceritanya selalu bersemangat, sehingga kadang-kadang saya merasa malu sendiri. Saya dan Kang Adam bisa berjualan di sana pun karena kebaikan dia yang bersedia memberikan space lapaknya untuk kami gunakan. Dia biasanya berjualan jilbab, tapi selain itu dia berjualan buku bergambar islami terbitan sendiri yang berani dijual sangat murah. Kalau ada pameran, Teh Nina dan suaminya biasanya ikut serta menyewa stand. Bahkan di luar kota sekalipun, seperti Semarang, Malang, Bogor dan Jakarta. Itulah sebabnya kenapa kami menyebutnya 'wanita pejuang'. Dari dia, saya juga cukup banyak belajar tentang manajemen usaha, meskipun secara tidak langsung, hanya dari sharing pengalaman saja.

Terakhir kali saya berteriak-teriak menawarkan barang dagangan adalah ketika lulus SMA. Saat itu, saya dan teman-teman berinisiatif untuk menjual murah buku-buku pelajaran yang pernah kami gunakan kepada adik-adik kelas. Setelah buku-buku terkumpul, digelar di dekat sekolah kami. Hanya saja, saat itu, yang menunggu barang juga banyak, jadi nggak pake malu-malu teriak-teriaknya juga. Do you remember, guys? (buat teman-teman SMA ku...) Kalau sekarang, wah, saya sendirian. "Gantungan kuncinya Teh...", "Gantungan HP-nya Bu.." itupun masih dengan malu-malu, jadi suaranya tertahan. Jadi merasa lucu sendiri...saya tertawa dalam hati sebetulnya.

Hal lain yang menarik adalah memperhatikan karakter calon pembeli. Ada ibu-ibu yang saklek nawar barang, sampai-sampai saya pernah bilang, "Duh, serem kalau denger ibu-ibu nawar barang..." Udah gitu nggak jadi beli pula.

Ada juga perempuan manis yang malu-malu nawar barang,
"ini 5000 aja ya?"
"Duh, belum bisa Teh...", meskipun dalam hati saya ngomong juga, "kalau mau nikah sama saya sih, minta gratis juga dikasih semua Teh..." Hehehe. Nggak kebayang apa jadinya kalau beneran keluar dari mulut saya.

Ada juga tipe pembeli yang bingung.
"Duh, bagus semua nih...lucu-lucu, jadi bingung", sambil semua barang dilihat satu per satu selama hampir 5 menit.
"Beli semua aja atuh Teh, supaya nggak bingung lagi..." kata saya.
"Yee, kalau gratisan mah mau..."

Kali lain ada pembeli yang ngasih duit duluan,
"nih, duitnya dulu deh...barangnya saya pilih-pilih ya"
"udah bener-bener niat beli..." pikir saya.
tidak lama kemudian dia sudah menentukan pilihannya. "saya ambil yang ini aja ya...?"
"oh, iya Teh...makasih"

Nampak sekali perbedaan laki-laki dan wanita dalam menawar barang. Perempuan terkadang sampai merengek-rengek, dan saklek nawar barang, sampai bikin saya mengelus-ngelus dada...dan diakhiri dengan nggak jadi beli dan pergi tanpa dosa. Sementara laki-laki, biasanya lebih gampang beli kalau merasa cocok, apalagi untuk anaknya, bahkan jarang sekali menawar barang. Pernah satu keluarga, ibu bapak dan satu orang anaknya melihat barang dagangan saya.
"Kamu mau...?" tanya si bapak pada anaknya.
"Iya, bagus...beli 2 ya, buat kakak satu." jawab anaknya.
"ya udah, pilih aja...!"
"Ini berapaan?" tanya ibunya pada saya.
"7500-an bu..." jawab saya.
"5000 aja deh, beli 4..."
"walah...bisa tekor gua" pikir saya. "Belum bisa bu..."
"beli 4, 20000 deh ya?"
"aduh bu, maaf, belum bisa...paling bisa juga 25000"
"ya udah...ayo!" sambil mengajak pergi si bapak dan anaknya.
"ck ck ck, ngeri..." pikir saya.

Ada sisi lain dari diri saya yang muncul ketika jadi pedagang. Biasanya saya agak malu-malu terhadap perempuan yang tidak saya kenal, tapi ketika berjualan itu, saya ceplas-ceplos kalau ngomong, sehingga bisa jadi lebih cepat akrab, meskipun banyak juga yang saya simpan dihati saja, terutama kalau komentarin perempuan cantik...hwehehe.

Kali lain, saya diminta untuk memeriksa komputer kakak iparnya Kang Adam, ada masalah katanya, bayarannya lumayan. Bisa untuk 3 hari makan, untuk bujangan seperti saya. Saya diajak ke suatu tempat di Bandung yang belum pernah saya datangi. Dengan dibonceng motor Kang Adam yang berumur hampir 3 windu, kondisinya mengenaskan, kami diajak ke daerah Ciwastra. Daerah Bandung Selatan. Saya diajak melalui jalan-jalan yang tidak pernah terpikirkan kalau naik angkot. Namun, itulah serunya. Saya suka jalan-jalan ke daerah yang belum pernah saya datangi. Itulah salah satu alasan kenapa saya menyukai pekerjaan-pekerjaan semacam ini. Tidak terikat waktu kerja, tidak terikat tempat kerja, dan bisa bekerja dimana saja. Selain itu ada kepuasan tersendiri ketika, dengan ilmu yang saya miliki, saya bisa berbagi atau mengedukasi orang lain tentang komputer dan IT. Meskipun hanya hal-hal kecil seperti bagaimana mematikan komputer yang baik dan menginstall suatu aplikasi.

Yah, saya menganggap semua ini hanya sebuah latihan untuk memperbaiki mental dan karakter diri. Semuanya saya lakukan demi untuk mencapai apa yang menjadi tujuan hidup saya sesungguhnya, menjadi manusia merdeka. Bagaimanapun, saya mencoba untuk tetap tidak akan meninggalkan apa yang menjadi minat dan kompetensi saya, dunia IT, tapi pembelajaran hidup saya kira tidak cukup hanya dari itu saja, meskipun saya rasa sangat terlambat sebetulnya.

S 3 k 3 l 0 4. 050607. 21.20.

NB : Kalau ada yang mau pesan kaos, kartu undangan, yaasinan atau kartu nama, hubungi diriku ya? Hwehehe...Promosi.

Labels: ,

Posted by Donny @ 9:45 PM

Ada 7 orang yang cuap-cuap :

At 06 June, 2007 14:56, Blogger Isman H. Suryaman said...

Don, tulisan kamu ini bagus. Tapi sayang sekali dijejalkan seperti ini. Jadinya pesan masing-masing saling mengaburkan.

Padahal dari satu post ini, kamu bisa bikin minimal empat tulisan dengan tema masing-masing yang:
+ Mempertanyakan kebiasaan mengirimkan undangan

+ Semangat berbisnis dan pantang menyerah menghadapi kegagalan

+ Proyek Sangkuriang

+ Perbedaan perilaku pembeli pria dan wanita

Batasi saja satu tulisan dengan satu pesan. Dengan begitu, inti yang mau kita sampaikan malah jadi jauh lebih kuat, dibandingkan satu tulisan yang mengandung sekaligus empat pesan.

 

At 06 June, 2007 22:27, Anonymous Anonymous said...

Terima kasih masukannya kang Isman. Sebetulnya memang terpikir untuk dipisah tadinya. Judulnya pun jadi 3. Dasar malas aja sih kang...:)

 

At 12 June, 2007 08:58, Blogger anugerah perdana said...

terimakasih pak guru, semoga bisnisnya makin berkah. Amien. Hobi yasinan oge yeuh...

 

At 12 June, 2007 14:24, Anonymous Anonymous said...

wah...saya mah nggak pernah yaasinan, tapi kalau mau bikin buku yaasinannya mah sih boleh-boleh aja ke saya ;))

 

At 14 June, 2007 13:29, Blogger Agus.Setiawan said...

oiioioi... eh dong, barang jualan loe ditambahin satu jenis lagi mao gak?? :-P hueheuhe tapi ntar ngerinya klo jualan ky gituan di majlis taklim malah "diceramahin" kali yaks?? [tapi peluangnya cukup gede dong, secara pasti banyak anak2 disana euhuehe]

eh pesen kaos ke loe bisa? tapi desain dari gw yah... alus teu sablonan teh...?? gw juga mo bikin usaha barang2 hobby nih... mulai dari kaos dulu heuheuhe

 

At 14 June, 2007 22:11, Blogger Donny said...

ya bisa aja sih majang-majang begituan...cuma harganya itu loh, namanya juga kaki lima, janganlah kau kasih harga toko :p

kaos...? bisa aja, asal jangan tanggung-tanggung lu mesen, kalau cuma 1 or 2 mah jebol diongkos atuh euy...xixixixi

 

At 16 December, 2008 18:13, Blogger Saya Dewo said...

bro mau jualan kartu undangan ga? beli blankonya di g aja, www.1kartu-undangan.com
aku tunggu yach

 

Post a Comment

Copyright © 2006 Bom Bye
Design : Donny Reza