New on KATAPENGANTAR
Barangkali, salah satu masalah terbesar saya dalam bersosialisasi dengan orang lain adalah komunikasi dengan lawan jenis. Namun, saya cukup yakin bahwa masalah ini bukan milik saya semata. Bukannya mencari teman, tapi dari pengamatan saya, masalah komunikasi antara pria-wanita sering kali menjadi masalah dalam menjalin hubungan. Hubungan dalam bentuk apa pun, pertemanan, pacaran bahkan suami-istri sekalipun. Konon biang keladinya karena perbedaan kapasitas dan karakteristik otak antara dua jenis manusia ini.
Saya sendiri bukannya tidak tahu atau tidak mengerti tentang bagaimana seharusnya memperlakukan wanita atau bagaimana wanita ingin diperlakukan. Setidaknya saya sudah merasa cukup tahu tentang teori-teori komunikasi dengan lawan jenis. Akan tetapi, teori adalah satu hal, sementara praktek dalam keseharian adalah hal lain. Ada faktor lain yang memiliki peranan dalam mempengaruhi komunikasi dengan lawan jenis. Karakter, ego atau latar belakang kehidupan masa lalu bisa dijadikan contoh. Bahkan ‘ketaatan’ seseorang terhadap ajaran agama yang dianutnya bisa menjadi faktor yang cukup kuat.
Pada dasarnya, saya dan mungkin juga banyak pria lain, adalah tipikal orang yang tidak suka dan tidak terbiasa berbasa-basi. Kalau pun terpaksa harus melakukannya, akan sangat kentara sekali kalau saya sedang berbasa-basi. Bagi saya ketika seseorang mengatakan ‘tidak’ berarti ‘tidak’ dan ‘ya’ berarti ‘ya’. Jika ternyata apa yang diucapkan di mulut dan di hati berbeda, itu bukan urusan saya. Apalagi mencoba bermain-main dengan ‘bahasa simbol’ dengan saya, kalaupun saya mengerti dengan ’simbol’ tersebut, saya tetap mengartikannya secara harfiah dan mencukupkan diri dengan arti yang harfiah itu.
Sampai dengan SMA kelas 2, saya hampir tidak pernah memiliki teman dekat seorang pun wanita. Memang ada banyak teman wanita, tapi terbatas pada masalah-masalah pelajaran sekolah atau organisasi. Lebih dekat atau lebih intim dari itu, bisa dipastikan tidak pernah, apalagi sampai punya pacar. Sebagian besar teman-teman dekat saya adalah laki-laki. Dan sebagaimana umumnya laki-laki, berbagai bentuk komunikasi verbal seperti obrolan, pujian atau bahkan celaan sekalipun jarang ‘dimasukan’ ke hati. Nyelekit-nyelekit sedikit mah biasa, apalagi ketika SMA kelas 3, bisa dipastikan cela-mencela sudah menjadi bagian hari-hari saya. Kadang-kadang celaan yang keluar sudah tidak dipikirkan lagi apakah menyakiti hati orang lain atau tidak. Baru SMA kelas 3 saya memiliki teman-teman akrab wanita, karena belum terbiasa, saya tetap saja memperlakukan mereka seperti teman laki-laki saya yang lain. Sesekali nyela, ceplas-ceplos atau memberikan komentar-komentar yang tidak penting.
Kebiasaan tersebut berlangsung sampai sekarang. Barulah ketika kuliah saya sering mendapatkan teguran dari salah satu teman kuliah saya, seorang wanita tentunya. Pernah suatu kali dia memberitahu kalau sudah beberapa kali ucapan saya menyinggung perasaannya. Kali lain, saya juga pernah ‘diajari’ tentang bagaimana seharusnya memperlakukan wanita oleh salah seorang teman wanita saya, tapi tetap saja tidak merubah sikap saya. Akan lebih mudah jika saya yang diajak ngobrol atau disapa duluan daripada sebaliknya. Dari pengalaman yang sudah-sudah pun seperti itu, teman-teman wanita yang menjadi akrab dengan saya bisa dipastikan adalah mereka yang menyapa saya duluan.
Jika berhadapan dengan wanita yang saya sukai, bukannya tidak ingin menyapa duluan, tapi saya seringkali kehilangan akal, mau ngapain ya? mau ngomongin apa ya? saya kan tidak terbiasa basa-basi. Nanya kerjaan, udah tahu kerja di mana. Nanya rumah, udah tahu alamatnya. Bahas organisasi, beda divisi, lagipula apa urusan saya dengan divisinya si dia. Lalu kalau SMS atau telpon, mau ngobrolin apa coba? Apalagi selama ini saya tidak pernah menelpon atau SMS seseorang, entah wanita atau laki-laki, jika tidak ada urusan yang penting. Jika dengan teman-teman yang biasa saja sampai seperti itu, apalagi kepada wanita yang saya sukai. Maka, jangan heran jika bertemu orang yang saya sukai, saya seringkali menjadi dingin, karena memang tidak tahu dengan apa yang harus diperbuat. Lebih mudah jika saya dan si ‘dia’ memang ada urusan, atau karena bertemu di jalan secara tidak sengaja, tapi tetap saja, obrolan saya tidak jauh-jauh dari urusan itu. Kalau pun harus menyapa jika bertemu, paling juga pertanyaan “mau kemana?” “habis darimana?” sudah, selesai. Akan tetapi, jika saya yang disapa duluan, saya bisa jadi orang yang SKSD…sok kenal, sok deket.
Sebutkan saja sifat-sifat yang tidak romantis, mungkin ada pada saya semua. Cuek, tidak suka basa-basi, langsung pada pokok pembicaraan, jarang memuji, kurang perhatian. Bahkan kepada wanita-wanita yang pernah saya ‘bidik’ untuk menjalin ‘hubungan serius’ sekali pun. Terserahlah kata ‘hubungan serius’ itu diartikan apa, dulu mungkin pacaran, tapi sekarang mungkin pernikahan. Namun, sesungguhnya sejak dulu, bahkan sejak SMP pun, saya selalu berfikir untuk mencari istri, bukan pacar. Mungkin karena memang sejak dulu tujuan saya mencari istri, saya nggak pernah dapat pacar. Hahaha.
Saya ingat betul, sebuah kejadian ketika zamannya masih suka nyari pacar dulu :
Seseorang : “Kang, udah ya, makasih mau bantu, mau pulang dulu…“
Donny : “Oh, iya, lagian udah malam…saya temenin nyebrang dan nungguin angkotnya ya?“
Seseorang : “Ah, nggak usah, bisa sendiri ini…“
Donny : “Oh, ya udah atuh…hati-hati…“
Dan saya membiarkan ’seseorang’ itu menyebrang sendirian. Sementara dia berjalan ke pinggir jalan untuk menyeberang, saya masih duduk. Setelah menyaksikan ’seseorang’ itu menyeberang dengan selamat, saya pergi. Bahkan tidak terpikir untuk memastikan apakah ’seseorang’ itu sudah naik angkot atau belum, di malam hari. Maka, ketika saya ceritakan soal kejadian itu kepada teman-teman saya, habislah saya diceramahi.
Teman : “Ari maneh, kenapa nggak ditemenin nyebrang? kenapa juga nggak sekalian dianterin?“
Donny : “Yeee…dianya nggak mau, boro-boro nganterin, ditemenin nyebrang aja nggak mau!“
Teman : “Duh, maneh mah, cewek tuh pengennya dipaksa, pengennya diperhatiin, mereka mah nggak mungkin langsung nge-iya-in aja permintaan kamu…namanya juga jaim. Mereka tuh pengennya kamu ngerti sendiri meskipun nggak diungkapin dengan kata-kata.“
Donny : “Ih, salah siapa, pake jaim2 segala ke saya, kalau nggak mau mah ya udah, kalau emang mau bilang aja mau, ribet amat. Trus, gimana saya bisa ngerti kalau dianya nggak ngomong? Udah jelas-jelas saya dengernya ‘nggak usah’. Emang ada arti lain dari kalimat itu? Lagian gimana coba kalau memang dia nggak mau?“
Teman : “Kalau emang dia nggak mau pun, setidaknya dengan kamu maksa-maksa dia, dia ngerasa diperhatiin…dia ngerasa dibutuhkan…ngerasa diistimewakan“
Donny : “Yee, udah tau saya teh paling males maksa-maksa…“
Teman : “Euh, maneh mah…pantesan jomblo melulu!“
Donny : “Ah, biarin weh…“
Donny : “Eh, tunggu sebentar, nanti siang ada waktu nggak, ada yang mau diobrolin, penting…“
Dia : “Duh, maaf, nggak bisa, lagi sibuk…“
Donny : “Oh, ya udah…“
Dan saya pergi begitu saja, tanpa pernah meminta lagi. Perkara apakah si ‘Dia’ bakalan penasaran atau tidak, itu sih bukan urusan saya.
“Eh, ini siapa ya? maaf, saya nggak kenal nomornya, di phonebook saya nggak tercatat…“
Tidak lama kemudian, wanita tersebut membalas SMS saya :
“Ayooo, coba tebak, siapa…? kalau nggak bisa tebak, ntar dibilang jelek!!“
Dan…jawaban saya.
“Ah, udah biasa dibilang jelek…! Mau ngasih tahu nggak?“
Setelah itu, tidak pernah ada lagi sms dari nomor tersebut. Mungkin jawaban tersebut terkesan jutek. Ya, sudah, saya hapus saja…beres!!
Donny : “Eh, Neng, mau nemenin saya nggak?“
Si Eneng : “Ke mana kang?“
Donny : “Ke KUA neng…“
Si Eneng : “Ngapain ke KUA kang…?“
Donny : “Yang jelas mah bukan mau jualan bakso atau maen gapleh di sana atuh neng…!“
SI Eneng : “Terus ngapain atuh kang…?“
Donny : “Nikah, mau nggak?“
Si Eneng : “Oh, hayu atuh kang…“
Donny : “Teteh, nama saya Donny, teteh sudah menikah?“
Si Teteh : “Emang kenapa gitu?“
Donny : “Jawab aja atuh teh…!“
Si Teteh : “Belum.“
Donny : “Kalau calon suami atau pacar gitu?“
Si Teteh : “Emang kenapa sih? kok nanya-nanya itu?“
Donny : “Ya, jawab aja dulu lah…!“
Si Teteh : “Nggak punya juga, kenapa sih?“
Donny : “Gini Teh, saya lagi nyari wanita yang nyuri tulang rusuk saya, dan saya curiga Teteh pelakunya, soalnya ciri-cirinya memang mirip sama Teteh“
Dan setiap saya konfirmasikan kepada teman-teman wanita saya, bagaimana seandainya saya melakukan itu, sebagian besar menyarankan “jangan pernah melakukan itu!” Hehehe. Padahal kalau dipikir-pikir, kan seru ya? Tapi memang ada masalah lain, soal keberanian, ini yang ternyata jadi masalah buat saya juga. Selain itu, aslinya saya memang pemalu sekali jika berhadapan dengan wanita.
S 3 K 3 L 0 4. 011107. 02.08.
Labels: Ngelantur
IT World
Ilmu Komputer SDA-Indonesia Indonesia Oracle User Group Internet Society Indonesia IT CENTER Java User Group Linux.Or.Id Masyarakat Telekomunikasi MIFTA (Muslim Information Technology) Microsoft User Group Indonesia NaFES (National Forum For EGov Studies) Oracle Base Dba-Oracle Pandu.Org Pendidikan Network Kelompok Pengguna PHP Indonesia (PHPUG) Software RI Master Web NDC (Indonesian .NET Developer 2) Indonesia Telecommunications User Group (id.tug) The Indonesia Infocosm Business 2 (i2bc) DiskusiWeb Buku Web Linux Help
Media
Antara Benpinter BisnisIndonesia Business Week Indonesis CyberTech CBN eBizzAsia Indocommit InfoKomputer Kompas Komputek Komputer Aktif Koran Tempo Media Indonesia Metro TV Neotek PC Magazine PC Media PCplus Republika Swa Telset Tren Digital
Blog World
Sponsor
At 02 November, 2007 09:43, lassadad said...
november lagi?
ngebet nikah atau hut?
makan2
At 02 November, 2007 10:39, Nama : Kholidah Hanum said...
Tenang Kang Donny...klo mo melamar seorang wanita kan gak kudu Kang Donny sendiri nyang ngomong. Biisa lewat mediator kan?
Jadi..kapan nih bersedia dimediasi? :)
At 04 November, 2007 14:36, Donny said...
@Luthfi : nggak Fi, perasaan kok cepeet banget, udah di ujung tahun masehi lagi
@Azayaka : He...Di mediasi? di sini juga sedang mengusahakan sih teh, tapi sebetulnya kalo saya ngerasa kurang 'seru' euy kalo di mediasi teh (halah, emangnya film action) Afwan, minta do'a nya saja ya? :)
At 27 August, 2008 13:40, Anonymous said...
haha..menghibur sekali, pantesan calon saya percaya aja saya bilang "ngerasa seneng" padahal mah biasa aja. Rupanya kalimat yang keluar dari orang lain diartikan secara apa adanya. Met nyari istri!. Gud luck!