Psycho Avatar

Posted At Sunday, February 25, 2007

Serius vs Santai
Terkait tulisan-tulisan saya akhir-akhir ini, ada beberapa orang teman yang mempertanyakan kenapa tulisan saya cenderung lebih 'berat' dan serius? Berbeda dengan tulisan-tulisan awal saya yang lebih santai, lucu dan 'usil'. Sejujurnya, saya pun merasa heran sendiri. Bukan berarti tidak mau atau tidak bisa lagi membuat tulisan yang santai, lucu dan 'usil', tapi belakangan ini memang pikiran saya juga cenderung serius. Jadi, mungkin hal tersebut berpengaruh terhadap tulisan-tulisan saya.

Setidaknya ada beberapa alasan yang - mungkin - menyebabkan tulisan-tulisan saya belakangan ini lebih serius. Pertama, tentu saja buku-buku yang saya baca belakangan ini. Bisa dikatakan sebagian buku-buku tersebut bertemakan tentang Perang Pemikiran, Teori Konspirasi dan agak jarang membaca novel atau kumpulan cerpen lagi seperti ketika awal-awal saya menulis di blog. Belakangan saya cukup terpengaruh juga oleh tulisan-tulisan dari Adian Husaini, seorang ulama muda Indonesia yang concern mengurusi permasalahan pemikiran keislaman. Tabloid-tabloid yang saya baca juga memiliki tema yang tidak berbeda jauh.

Bacaan-bacaan tesebut rupanya menggugah 'kesadaran' saya tentang permasalahan-permasalahan yang terjadi. Meskipun sebetulnya sudah jauh-jauh hari sebelumnya pengetahuan tentang itu ada, tapi karena belakangan ini saya lebih banyak memikirkannya, 'kesadaran' itu semakin kuat. Dari bacaan yang bertema Teori Konspirasi, misalnya, menimbulkan perasaan 'keterancaman' sebagai seorang muslim karena adanya sebuah 'hidden agenda' yang mengancam kehidupan umat Islam. Dari sana muncul sikap kewaspadaan pada diri saya, sehingga saya menjadi lebih protektif terhadap pengaruh-pengaruh dari luar. Akhirnya, secara tidak langsung - dan tidak sadar - memunculkan sisi pribadi saya yang lebih serius. Sebagai reaksi dari kejadian tersebut, sebagian tercurahkan melalui tulisan-tulisan saya. Jadilah tulisan-tulisan yang serius dan 'berat' itu.

Kedua, perdebatan-perdebatan yang terjadi terkait masalah poligami beberapa waktu lalu, membuat saya merasa dituntut untuk lebih banyak menggali ilmu dan berpikir lebih matang. Bahkan, kadang-kadang diskusi masalah poligami tersebut sampai saat ini masih saja terjadi. Namun, entah kenapa, saya masih saja sering merasa 'gatal' untuk sekedar menanggapi ketika orang-orang yang saya kenal melontarkan opininya. Bahkan, saya pernah berdebat tentang masalah ini dengan ibu saya. Juga di email, di forum-forum diskusi atau melalui sms dan telepon.

Ketiga, adanya 'kepercayaan' dari beberapa orang teman yang meminta pendapat saya tentang suatu masalah tertentu, dan minta ditulis di blog. Selama saya mampu, tentu saja saya akan berusaha untuk memenuhi permintaan tersebut. Maka, tulisan-tulisan yang sudah saya rencanakan untuk diposting di blog ini juga kemungkinan masih serius. Namun, harapan saya sih, mudah-mudahan tulisan tersebut bisa diambil manfaatnya. Bukan cuma sekedar serius atau santai yang dijadikan masalah :)

Keempat, terkait dengan realita yang saya alami saat ini, merasa tertekan, kebingungan, kadang-kadang muncul juga perasaan putus asa, menjadikan pikiran saya juga berubah menjadi serius. Meskipun, sebenarnya saya juga cukup menikmati apa yang saya alami saat ini. Ada semacam konflik batin yang menuntut saya untuk cepat-cepat menentukan sebuah keputusan. Akibatnya, muncul kekalutan dalam diri saya dan menyebabkan otak saya selalu berpikir serius. Sementara waktu berjalan sangat cepat, saya tertinggal cukup jauh dan kehilangan arah. Akibatnya, saya harus menyusun lagi planning, kali ini mungkin lebih matang, terarah dan terstruktur jika dibandingkan planning saya sebelumnya yang terkesan lebih emosional dan tanpa strategi. Meskipun, saya harus memulai lagi dari awal, namun mudah-mudahan bisa mengejar ketertinggalan saya selama ini.

Dari planning yang lama, beberapa terpaksa harus saya tunda terlebih dahulu, dan ini memerlukan ketabahan. Ironisnya, justru apa yang menjadi tujuan utama saya selama ini yang ditunda tersebut. Namun, pada akhirnya, insya Allah, bermuara pada tujuan utama itu. Sebuah strategi, tapi diperlukan kesabaran tingkat tinggi untuk bisa menjalankan dan mewujudkannya. Kali ini, saya lebih memfokuskan pada hal-hal yang kecil dulu sebelum mengurusi hal yang lebih besar. Sudah terlambat sebetulnya untuk orang seusia saya. Mungkin itu masalahnya, saya memiliki tujuan dan keinginan yang 'besar', tapi tidak ditopang oleh pondasi yang kuat, sehingga pada akhirnya 'roboh' juga. Itulah sebabnya, saya memutuskan untuk 'membereskan' masalah-masalah yang 'kecil' terlebih dahulu. Berjuang untuk bersabar dalam 'pahitnya' sebuah proses, tapi mudah-mudahan bisa menjadikan saya lebih kuat dan dewasa.

Terakhir, mungkin karena saya jarang lagi menonton film-film kartun dan komedi ya? Film-film yang saya tonton juga serius melulu, jadinya kebawa-bawa serius, meskipun film-film horor tidak pernah menjadi menu saya. Bukan takut, tapi saya merasa tidak pernah mendapat 'sesuatu' dari nonton film horor. Mungkin juga karena jarang lagi olahraga dan refreshing ya? Dooh...jadi kangen maen bola ama temen-temen SMA. Woi, barudak, iraha atuh maen bola deui? Bosen nih, coding melulu, tapi gk maju-maju!!! :))

Jadi...mudah-mudahan tulisan ini bisa menjelaskan apa yang terjadi pada tulisan-tulisan saya dan tentu saja pada diri saya sendiri. Bagi sebagian yang membaca tulisan ini, mungkin merasa tidak terlalu penting, tapi bagi teman-teman saya yang me-request tulisan-tulisan 'usil' saya dan 'gerah' dengan tulisan-tulisan saya belakangan ini, bisa menjadi penting. Apalagi, pake ada 'ancaman' berhenti menjadi 'fans' tulisan-tulisan saya segala...:p Hanya sekedar sebuah proses transformasi saja. Namun, itulah yang dapat menjadikan saya menjadi manusia yang lebih baik, kan?? ;) Semoga tidak bosan dengan tulisan-tulisan saya. Punya komentar? nasihat? kritik? Itulah yang saya harapkan. :) Salam.


S3K3L04.240207.17.51.

Labels: , ,

Posted At Friday, February 16, 2007

Gak Mood
Sedikit cerita tentang pameran buku di Landmark Braga yang sudah berakhir tanggal 7 Februari 2007 lalu. Emang udah basi banget sih. Hanya saja, pada pameran yang terakhir ini, mood saya tidak terlalu bagus ternyata. Agak setengah hati untuk belanja buku, padahal biasanya kan saya selalu bersemangat untuk ngeborong, mungkin karena lagi 'miskin' kali ya? Hehehe. Meksipun, pada akhirnya saya berhasil memindahkan 12 buku dari pameran ke kamar kost saya. *..Pletak!!! Gak mood???..* Heuheuheu. Dari 12 buku itu, 11 buku beli, 1 gratisan. Dari 11 buku yang dibeli, 10 buat saya, dan 1 lagi sebagai hadiah ulang tahun yang sudah lama tertunda untuk Neng Oci, udah janji sih. :D

Iklannya sudah sejak jauh-jauh hari, jadi pada saat tanggal 1 Februari 2007, hari Kamis, hari perdana pameran, saya sudah nongkrongin di sana, mulai dari bada ashar sampai hampir tutup jam 9 malam. Biasanya, saya melihat-lihat dulu dan mengumpulkan data tentang stand mana saja yang menyediakan diskon besar dan judul bukunya bagus-bagus. Seperti itu juga pada hari itu, meskipun pada akhirnya saya tidak tahan juga setelah lihat-lihat stand Diponegoro ada buku-buku lama yang judulnya menarik dan harganya berkisar antara Rp. 2000,- sampai Rp. 10.000,-. Jadilah hari itu saya memborong sebanyak 6 buku dari stand diponegoro dengan harga total Rp. 30.000,-. Huahahahaha, senangnya....senangnya...:))

Keenam buku tersebut antara lain Membuka Tabir Upaya Orientalis Dalam Memalsukan Islam (Prof. Ahmad Muhammad Jamal), Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan Pendidikan (Prof. Fathiyyah Hasan Sulaiman), Alam Pikiran Al-Ghazali Mengenai Pendidikan dan Ilmu (Prof. Fathiyyah Hasan Sulaiman), Percikan Filsafat Iqbal Mengenai Pendidikan (K.G. Saiyadain, B.A, M.ED), Ilmu dan Peradaban Menurut Islam dan Kristen (Muhammad Abduh) dan Mujahid Da'wah (K.H.M Isa Anshary). Memang kondisi buku tersebut juga tidak bagus-bagus amat, tapi masih layak dibaca kok, dan masih cukup terjaga kondisinya. Diantara para pengarang buku-buku tersebut, hanya Muhammad Abduh dan K.H.M Isa Anshary saja yang cukup familiar namanya di telinga saya, sisanya saya baru tahu. Muhammad Abduh dikenal sebagai seorang ulama pembaru dalam pemikiran Islam Abad 20, salah satu karyanya yang paling fenonemal adalah Tafsir Al-Manar yang sering dijadikan rujukan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan kontemporer di dalam masyarakat. Saya belum pernah membacanya, kalau ada, mungkin saya beli. Sedangkan K.H.M Isa Anshary pernah menjadi Ketua Umum Persatuan Islam (PERSIS) periode 1953-1960.

Ada yang menarik ketika saya membaca riwayat hidup K.H.M Isa Anshary di halaman akhir buku Mujahid Da'wah. Beliau lahir 1 Juli 1916 di Maninjau, Sumatera Barat. Pada usia 10 tahun, beliau sudah tercatat sebagai Kader PSII Maninjau, kemudian pada saat berusia 13 tahun, beliau sudah menjadi Mubaligh Muhammadiyah. Bandingkan dengan anak-anak zaman sekarang seusia itu...main PS, nongkrong, ngerokok, pacaran...Glek! Seumur hidupnya, beliau tercatat sebagai Pejabat atau anggota Organisasi dan Partai Islam, diantaranya Partai Islam Indonesia dan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI). Sepertinya, beliau bukan orang yang terlalu peduli dengan nama besar suatu Organisasi atau Partai, yang penting baginya di sana beliau bisa berdakwah. Pada awal-awal 'karir'-nya berdakwah, beliau tercatat sebagai Mubaligh Muhammadiyah, kemudian beliau juga tercatat sebagai Ketua Umum PERSIS, dan terakhir tercatat juga sebagai Penasehat Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII). Padahal, ketiga organisasi tersebut sampai saat ini masih eksis. Namun, memang organisasi-organisasi tersebut memiliki kedekatan 'historis' diantara tokoh-tokohnya, juga memiliki pola yang sama, bahkan sampai saat ini pun ketiga organisasi tersebut 'saling mengisi' satu sama lain. Sering juga saya temukan orang-orang Muhammadiyah yang belajar di pesantren-pesantren PERSIS, karena 'kedekatan'-nya dalam banyak hal.

Ok, cukup tentang K.H.M Isa Anshary. Kembali ke lap...lap pel!! TM :)) Kiat Sukses Manajemen Rasulullah (Cecep Darmawan, Drs, M.Si) terbitan Khazanah Intelektual. Kok bisa gratisan? Ceritanya, sekitar jam 7 malam, panitia mengadakan acara Talkshow, temanya sih tentang penerbitan buku. Kebetulan saya juga sedang tertarik untuk bikin buku, jadi lah saya nongkrongin acara tersebut selama lebih kurang 2 jam. Meskipun tidak terlalu banyak penontonnya, maklum hari pertama, hari kerja, malam pula, tapi sebetulnya ada banyak informasi menarik tentang penulisan buku. Tibalah giliran tanya jawab, dan saya mengajukan sebuah pertanyaan. Karena ikut berperan serta 'meramaikan' acara, panitia ngasih reward kepada para penanya dan saya kebagian buku tersebut. Jadi, kalau mau dapat buku gratisan selama pameran, banyak-banyak nanya aja pada saat ada acara talkshow semacam itu. ;))

Tadinya hal itu akan saya ulangi lagi di hari kedua saya ke pameran, yaitu hari Sabtu, tanggal 3 Februari 2007. Namun, ternyata yang dibahas adalah tentang parenting, dan karena waktu mulainya terlambat, sehingga jatah untuk doorprize digagalkan. Meksipun ada satu lagi acara bedah buku Fullfilling Life, namun saya tidak memiliki waktu banyak karena mendadak saya harus berangkat ke Jakarta untuk menjadi relawan bencana banjir. Padahal saya sudah berencana untuk bertanya agar dapat lagi buku gratisan yang memang sudah diminta sama Neng Oci, saya sih nggak terlalu minat dengan buku tersebut, tapi kalau gratisan, siapa yang nolak? Heuheuheu. Meskipun cukup terburu-buru, tapi akhirnya saya kembali ke kostan dengan membawa 5 buah buku lagi, yaitu Ijinkan Aku Bertutur (Neno Warisman), Dialog Peradaban (Anii Matta & Ary Ginanjar Agustian), The Kite Runner (Khaled Hosseini), Knights Templar Knights of Christ (Rizki Ridyasmara) dan Sang Pemimpi (Andrea Hirata) yang sudah saya janjikan untuk Neng Oci. Terus terang saja, buku-buku tersebut sebetulnya nggak ada dalam rencana pembelian saya, karena nggak mood dan males muter-muter lagi, buku-buku itulah yang saya dapatkan. Namun, sepertinya tidak terlalu mengecewakan juga. Masalahnya sekarang adalah, gara-gara buku itu, perekonomian semakin sekarat...help!! Mayday Mayday!! S. O .S!! :))


S 3 K 3 L 0 4. 150207. 18.15.
Bergerak
Manusia yang sehat adalah manusia yang selalu bergerak. Olahraga maksudnya? Boleh. Namun, kenyataannya segala sesuatu yang bergerak memang cenderung 'menyehatkan'. Kata lain dari bergerak, mungkin mengalir. Dua kata tersebut memiliki efek yang sama. Badan kita sehat karena darah kita mengalir dengan semestinya, ada setitik saja benda yang menghambat aliran darah kita dalam vena dan arteri, bisa berujung kematian. Darah yang sehat juga ternyata darah yang tidak terlalu kental, sehingga mudah mengalir. Makanya, ketika donor darah, bisa diketahui orang yang biasa olahraga dan yang tidak dari aliran darahnya. Orang-orang yang jarang, apalagi tidak pernah berolahraga, cenderung lebih kental. Kata gerak sendiri bisa berarti hidup. Selama kita bergerak, itu tanda kita masih hidup.

Bergerak di sini bukan berarti loncat sana-sini, marathon puluhan kilo atau main sepak bola seharian. Bukan. Bekerja, berpikir, bertindak, membaca, menulis dan berkarya. Itulah bergerak yang saya maksud. Orang-orang yang jarang bergerak cenderung lebih cepat pikun, kurang bisa memaknai hidup, dan lebih mudah terjerumus menjadi orang yang tertindas. Sementara orang-orang yang bergerak cenderung sulit pikun, menjadi seorang leader dan dalam banyak hal adalah penentu perubahan. Soeharto tidak akan pernah mengundurkan diri seandainya rakyat tidak bergerak. Indonesia tidak akan pernah merdeka, seandainya putra bangsa ini tidak bergerak. Dan kita juga terlambat mencapai tujuan seandainya angkot ngetem melulu!! halah...dendam pribadi itu mah ;))

Dalam kehidupan kita ada banyak hal yang fitrahnya harus selalu bergerak. Air, energi, ilmu dan...uang! Air yang sehat adalah air yang mengalir, bergerak. Air yang diam cenderung menjadi sumber penyakit. Demam berdarah salah satunya. Energi jika tertahan juga bisa berakibat fatal dan menghancurkan. Karena itu, kemarahan juga bisa jadi sangat menyehatkan. Namun, tidak berarti kita harus selalu marah-marah. Prinsip energi kan bisa berubah bentuk. Maka, agar tetap sehat, enegi marah itu bisa kita ubah menjadi energi lain. Misalnya, dengan menuliskan perasaan marah tersebut, atau shalat, bisa juga ngomong sendiri dengan tembok. Kalau dibiarkan energi marah itu tertahan, lama-lama kita bisa gila.

Ilmu? Jelas. Orang-orang yang tidak menggunakan ilmu yang dimilikinya, akan mudah lupa dengan ilmu tersebut. Namun, orang-orang yang menggunakan ilmunya dengan baik, selalu berhasil dalam hidupnya. Karena itu, membaca saja hanya memenuhi otak kita dengan informasi, dan belum tentu berguna. Untuk dapat bermanfaat, informasi itu harus kita tuliskan, ceramahkan, ajarkan atau kita gunakan untuk berkarya. Ilmu tidak boleh terlampau lama tenggelam dalam diri kita, dia harus selalu berada di atas permukaan. Sebab, menyelami otak kita (mengingat) adalah hal yang melelahkan dan membuang energi. Agar tetap mudah diingat, ilmu harus dibagikan. Orang-orang yang membagi-bagikan ilmunya, tidak pernah berubah menjadi kurang ilmu. Namun, justru ilmu itu semakin melekat kuat dalam dirinya. Itulah sebabnya pengajar selalu ingat dengan apa yang diajarkannya, karena dengan mengajarkan ilmu, menjadikan ilmu itu tetap berada di permukaan.

Lantas bagaimana dengan uang? Bahkan jika uang yang kita miliki menggunung pun, tetap tidak ada manfaatnya jika tidak kita gunakan. Uang seratus rupiah yang kita gunakan untuk membeli permen, sudah lebih jelas kegunaanya daripada uang trilyunan rupiah yang kita simpan di dalam brankas. Sejatinya, uang dibuat untuk terus bergerak. Dan memang begitulah sifat uang. Berapapun jumlah uang yang ada di tangan kita, cenderung tidak bertahan lama. Anehnya, kita pun tidak pernah bisa menahan uang tersebut berlama-lama. Karena bergerak, uang menjadi sangat berharga. Akibat perputaran uang, perekonomian suatu bangsa bisa berjalan.

Maka, agar hidup semakin hidup, bergeraklah. Jika menghubungkan diri kita dengan uang, ilmu dan energi, kita hanyalah sebuah media agar hal-hal tersebut tetap bergerak dan bermanfaat. Dengan menahan terlalu lama dalam diri kita, hanya menjadikan jiwa kita semakin kerdil, dan pada akhirnya menjadikan hal-hal tersebut menjadi sesuatu yang tidak berguna sama sekali. Karena itu, apa pun yang kita terima, gerakkanlah, bagikanlah dengan orang lain. Kelak kita akan berbahagia dan 'sehat'.

S3K3L04. 010207. 8.11.

Sebuah sindiran untuk saya sendiri :))
Pulpen
Suatu hari, sahabat saya Heri bercerita tentang masalahnya dengan mata kuliah Filsafat. Terlalu sulit dipahami mungkin. Dia kuliah di jurusan Ilmu Hukum, maka Filsafat menjadi salah satu mata kuliah yang wajib dipahami. Pernah suatu ketika, dalam sidang skripsi temannya, sang penguji menanyakan "Untuk apa pulpen ?" Maka ketika temannya ini menjawab "Untuk menulis." serta merta sang dosen penguji mengusir temannya ini keluar ruangan sidang. Pikir saya, apa yang salah? Bukankah pulpen itu memang untuk menulis? Saya tidak langsung menanyakan apa alasan pengusiran itu, saya malah mikir.

Namun, tidak lama setelah itu, tiba-tiba saya tersenyum. Hmm, ya...ya...ya (bayangin saya lagi manggut-manggut) ;)) Tiba-tiba jawaban itu menyerang secara sporadis dalam pikiran saya. Sejujurnya, kita tidak pernah benar-benar diberi tahu apa alasan pembuatan pulpen, apakah memang untuk menulis, atau kah untuk kepentingan lain? Orang-orang dulu biasa menulis menggunakan bulu angsa yang dicelupkan ke tinta. Saya tidak tahu siapa yang memiliki ide kreatif untuk membuat pulpen, tapi ada beberapa kemungkinan pulpen dibuat. Bisa jadi pulpen memang diciptakan untuk memudahkan dalam menulis. Namun, motif utamanya bisa saja bukan itu, bisa hal lain, uang misalnya. Bisa saja tadinya sang penemu hanya menggabungkan beberapa benda cuma untuk iseng-iseng saja, dan ternyata bisa digunakan untuk menulis.

Bagi mereka yang memiliki otak bisnis, pulpen bukan untuk menulis, tapi untuk dijual, dan menghasilkan uang. Sementara bagi seorang bayi, pulpen mungkin hanyalah sebuah mainan. Lain halnya untuk seorang kolektor pulpen, dia mungkin menjadikan pulpen sebagai koleksi untuk dipajang. Untuk seorang sahabat, pulpen bisa juga menjadi sebuah hadiah, tapi toh tidak ada keharusan menggunakan pulpen itu untuk menulis. Dalam film A Beautiful Mind yang dibintangi Russel Crowe, ternyata pulpen bisa digunakan sebagai tanda pengakuan dan respek terhadap pencapaian seseorang. Bagi seorang pelancong, pulpen juga bisa menjadi oleh-oleh. Di tangan orang yang kreatif, pulpen bisa saja disusun menjadi sebuah hiasan. Untuk mereka yang takut kucing, sah-sah saja pulpen digunakan untuk melempar kucing. Bahkan kalau saya kesal kepada anda, dan kebetulan saya sedang memegang pulpen, boleh kan kalau saya gunakan untuk mencolok mata anda? ;))

Ternyata pulpen itu multi-fungsi. Jadi, kalau suatu saat ada yang bertanya kepada anda "Untuk apa pulpen?", bilang saja "untuk ngelempar lu!!" :)) Ah, saya seringkali tidak memahami bagaimana seorang filosof berpikir. Sesuatu yang nampak sederhana, bisa menjadi rumit, tapi sesuatu yang sebetulnya rumit, malah jadi sederhana. Namun, mungkin itulah yang menjadikan seorang filosof 'nampak' bijaksana atau...menyebalkan? Terserah anda saja. ;))

S3K3L04. 010207. 6.42.
Copyright © 2006 Bom Bye
Design : Donny Reza