Psycho Avatar

Posted At Wednesday, April 25, 2007

Dasar Amatir!
Ya, 'umpatan' itulah yang pantas saya dapatkan. Dasar Amatir! Beberapa saat lalu, Alhamdulillah, ada orang baik yang mau ngasih pinjem kamera, Opie. Merk kameranya Nikon F65, SLR, masih analog, artinya masih pake film. Fasilitasnya lumayan lengkap, bisa Auto Focus atau manual. Itu hanya sedikit dari seluruh fasilitas yang ada. Kata yang punya, kamera itu mau dijual, harganya 1,6 juta. Dia belinya belum lama, jadi kondisinya masih 90-95%. Ada yang berminat?

Kesempatan bagus itu tidak saya lewatkan begitu saja, tidak tanggung-tanggung, saya langsung beli 3 roll film untuk memuaskan hobi fotografi saya. Dua roll berwarna, satu roll hitam putih. Jika dibandingkan dengan kamera digital, menggunakan kamera analog jauh lebih seru. Seni-nya lebih terasa. Kalau menggunakan kamera digital, kita tidak dibatasi oleh jumlah film, kalau ada hasil yang jelek pun bisa langsung kalihatan hasilnya dan bisa dihapus. Sementara kalau menggunakan kamera analog, kita harus mikir dulu sebelum mengambil suatu objek. Sehingga, jika terjadi kegagalan, kita harus menunggu film dicetak dulu untuk melakukan analisa. Objek yang diambil pun harus benar-benar bagus. Selain itu, penggunaan teknik-teknik fotografi benar-benar terpakai ketika menggunakan kamera analog. Disinilah serunya, disinilah tantangannya.

Nah, masalahnya, saya belum menguasai teknik fotografi yang baik dan benar, ditambah saya lupa lagi dengan teknik-teknik yang pernah diajarkan, maklum sudah lumayan lama tidak pernah pakai kamera SLR. Sehingga, setelah film tersebut dicetak, 40% gagal! Menyedihkan, bukan? Lebih parah lagi, justru yang gagal itu adalah objek-objek yang sangat menarik kalau teknik yang saya gunakan benar. Dari hasil cetakan yang sudah ada, ternyata saya masih lemah ketika mengambil objek bergerak dan dalam ruangan. Namun, ada juga beberapa foto yang hasilnya bagus, padahal tidak sengaja atau malah tanpa teknik, asal jepret saja. Sebagian besar foto saya ambil tanpa blitz (flash), itu juga yang menyebabkan sebagian foto gagal, saya harus belajar lebih banyak lagi untuk itu.

Berikut ini index print dari 2 roll film yang sudah saya cetak, klik pada gambar untuk melihat ukuran yang lebih besar, untuk yang hitam putih menyusul. Lagi bokek saudara-saudara...Huahuahua.



klise 1


klise 2

S 3 k 3 l 0 4. 250407. 22.10.

Labels: ,

Lagu Dalam Cerita
Satu
Kebayang nggak, ketika nyanyi lagu-nya Bunga Citra Lestari yang..."Kirim Aku Malaikatmu...", tiba-tiba... JRENG!!! Malaikat Maut datang kehadapanmu...Apa yang akan kamu lakukan? :D

Dua

Andai saja setiap orang mau lebih rendah hati untuk sekedar menyanyikan bait-bait berikut ini pada pasangannya...

Malam-malam yang mencekam,
akan benderang kala engkau datang.
Tangis pilu anak kita,
Akan berganti penuh canda dan tawa.

(Kurusetra / JavaJive)

Mungkin tidak perlu terjadi perceraian-perceraian itu.
S 3 k 3 l 0 4. 250407. 15.36.

Labels: ,

Posted At Saturday, April 21, 2007

Badai Pasti Berlalu

Badai Pasti Berlalu
Namun, di depan masih menunggu
Berbagai macam cobaan lainnya:
Gempa bumi, gunung meletus, banjir, kemarau panjang
Siapkah kita?
Semoga cahaya optimisme selalu terpancar di mata kita.

S 3 k 3 l 0 4. 210407. 12.36.

Labels:

Posted At Friday, April 13, 2007

Iseng-iseng Berkreasi
Bosen coding dan merasa mentok. Seharian iseng-iseng belajar lagi Photoshop 7.0. Lihat-lihat foto yang ada di komputer, tiba-tiba...tumben...ide melayang-layang. Buat teman-teman yang saya 'isengin', maaf ya?! :D Habisnya lagi kurang kerjaan nih, daripada tidur melulu. Kalau mau lihat gambar ukuran aslinya, klik aja pada gambar. :)

Ternyata jadi aneh hasilnya kalau lihat di komputer orang lain. Monitor saya memang rada masalah, kurang bright, jadinya lebih gelap. Dengan bekal ilmu yang seadanya, hasilnya...lihat saja di bawah.



Judul : Speed and Courage
Foto, Ide dan Desain : Donny Reza



Judul : The Tales of Amy and Ucup
Model : Amy dan Ucup
Foto, Ide dan Desain : Donny Reza



Judul : I'm Different
Model : Mia and Soccer Warrior
Foto, Ide dan Desain : Donny Reza



Judul : Jejaka Petualang
Model : Anak-anak tingkat 1 Jurusan Teknik Informatika UNIKOM
Foto, Ide dan Desain : Donny Reza
Fonts on 'Jejaka Petualang' courtesy of Dafont



Judul : Provokasi
Model : QQ dan Herdyan 'Thez' Fajar
Foto, Ide dan Desain : Donny Reza



Judul : Speed
Foto, Ide dan Desain : Donny Reza

All Photo Courtesy of Donny Reza.

Labels: , ,

Ganti Nomor HP? No Way!
Dari obrolan panjang dengan Obenk beberapa saat lalu, salah satu yang menjadi topik pembicaraan adalah ganti nomor HP. Saya dan Obenk memiliki kesamaan pendapat tentang nomor HP. Berbicara tentang nomor HP, saya bukanlah orang yang gampang 'kabita' dengan fasilitas-fasilitas menarik yang ditawarkan. Buat saya, nomor HP adalah sebuah identitas. Kalau saja tidak karena hilang, nomor HP pertama saya pastilah tidak akan pernah saya ganti. Ketika nomor tersebut hilang, dan tentu saja HPnya juga, belum ada fasilitas penggantian nomor yang sama dari operator.

Selama menggunakan HP, saya hanya pernah menggunakan 3 buah nomor. Itupun dari operator yang sama, Singasat ;)) Eits, nggak usah bingung, itu hanya sebutan saya untuk operator yang saya gunakan, sejak penjualan saham perusahaan tersebut kepada Singapura. Awal mula ketertarikan saya untuk menggunakan operator tersebut karena melihat teman saya yang bisa menggunakannya untuk koneksi internet. Sejak dulu saya selalu terobsesi untuk memiliki koneksi internet di rumah, dan sampai sekarang pun, bahkan sejak menggunakan nomor dari operator tersebut, saya masih belum pernah bisa memilikinya, karena ternyata mahal juga. Mending ke warnet aja.

Nomor pertama yang saya gunakan adalah dari IMTiga, dengan HP paling tenar seri 5510 yang cocok juga untuk digunakan nimpukin maling. Awalnya, gaptek! Bukan karena nggak ngerti bagaimana menggunakan HP, tapi karena ketidaktahuan saya terhadap frekuensi yang berbeda antara operator dan HP. Operator 'bekerja' pada GSM 1800 MHz, sedangkan fitur HP hanya bekerja di frekuensi GSM 900 MHz, jelas nggak nyambung. Untungnya ketika itu, nomor yang saya gunakan bisa lintas operator, sehingga saya bisa menggunakan operatornya Matahari. Saat itu, IMTiga dan Matahari masih belum bergabung dalam satu operator.

Saya sempat mengganti HP. Masih menggunakan merk yang paling tenar, barang bekas, dengan seri hitungan mundur dari 3 sampai 0. Meskipun seri itu sudah ditinggalkan, namun setidaknya operator dan HP sudah bisa nyambung, jadi saya nggak perlu repot-repot lintas operator lagi. Sayangnya, 2 minggu setelah memiliki HP 'baru' tersebut, karena keteledoran saya, HP tersebut hilang dicuri. Menyakitkan. Saya paham rasanya kemalingan, wajar kalau kemudian ada maling yang tertangkap pasti babak belur, saat itu saya juga sangat ingin menangkap dan memukulinya sampai babak belur. Sebetulnya, yang paling saya tangisi adalah nomor-nomor yang ada di HP tersebut. Nomor tersebut jauh lebih penting daripada HPnya. Untunglah, saya masih memiliki catatan beberapa nomor ketika saya belum memiliki HP.

Sekitar 3 bulan hari-hari saya kosong dari HP, meskipun kemudian saya membeli nomor baru, masih IMTiga juga, tanpa HP. Untuk keperluan SMS atau telpon, saya biasanya 'merampok' HP teman. Nomor tersebut adalah nomor yang sampai sekarang masih digunakan, sudah 4 tahun lebih. Jadi, bisa dikatakan, saya adalah orang yang setia. Alah! Gubrak!! Heuheuheu. Selama itu, berbagai macam godaan dari operator lain sudah saya rasakan. Bahkan, yang paling gila adalah godaan dari operator-operator CDMA. Namun, tetap saja saya tidak tergoda. Prinsip saya, kalaupun harus punya nomor baru, saya harus punya HP baru juga. Maka, kemudian saya berpoligami dengan 'menikahi' saudara IMTiga dan Matahari, yaitu kartu pasca bayar dengan nama yang sama dengan salah satu bab dalam pelajaran Matematika. Alhamdulillah, sampai saat ini, dua-duanya belum pernah protes karena merasa diperlakukan tidak adil...Heuheuheu. Namun, kalau dibandingkan, harga 2 buah HP yang saya miliki tidak ada apa-apanya dengan HP terbaru saat ini. Awalnya, ada perasaan bangga punya 2 nomor dan 2 HP, serasa jadi orang kaya! Sekarang? Orang punya HP 3 buah sudah jadi pemandangan biasa.

Poligami nomor tersebut sudah berlangsung selama 2 tahun, tepatnya ketika saya mulai mengerjakan skripsi. Alasan saya waktu itu karena dengan nomor tersebut bisa mengakses internet selama 24 jam per hari, dengan beban biaya Rp. 25.000,-/bulan. Apalagi kebutuhan saya akan koneksi internet saat itu sedang tinggi. Bahan skripsi saya 100% dari internet. Namun, lagi-lagi karena 'kebodohan' saya, fasilitas tersebut berakhir beberapa hari setelah memiliki nomor baru tersebut. Jadi...back to warnet! Meskipun kemudian nomor tersebut tidak saya singkirkan, bahkan saya gunakan sampai sekarang. Dengan adanya nomor baru, tidak menjadikan nomor yang lama terlupakan. Kedua nomor tersebut memiliki peran yang berbeda. Nomor IMTiga biasanya diketahui oleh teman-teman lama saya, sedangkan nomor Matematika lebih diketahui oleh kenalan-kenalan baru. Bedanya, teman-teman lama tahu saya punya 2 nomor, kenalan baru tidak tahu saya punya nomor IMTiga :D

Nomor IMTiga saya sudah tercatat di puluhan phonebook teman-teman saya. Saya pun tidak pernah menghapus nomor-nomor mereka dalam HP saya. Oleh karena itu, phonebook HP yang menggunakan nomor tersebut sudah full. Tidak ada lagi ruang untuk satu nomor pun. Makanya, saya ingin sekali meminta maaf, jika kemudian ada yang mengirim SMS, telpon atau miskol melalui nomor tersebut, kemudian saya bertanya "ini siapa?" karena bisa jadi nomor yang menghubungi saya tidak ada dalam phonebook HP tersebut. Sudah sejak 2 tahun yang lalu HP tersebut tidak bisa ditambah dengan nomor baru. Kecuali, ada nomor-nomor yang sengaja saya hapus karena sudah tidak bisa dihubungi lagi. Saya paham betul bagaimana rasanya ketika menghubungi seseorang yang kita kenal, kemudian ditanya "ini siapa?". Makanya, saya sangat menghargai siapapun yang pernah menghubungi saya untuk mencatat nomor-nomor mereka. Namun, apa daya, kapasitas memori HP dan kartu terbatas, saya tidak bisa menyimpan seluruh nomor, meskipun ingin. Dengan tidak menyimpan nomor di HP saya, bukan berarti orang yang memilikinya tidak penting bagi saya. Tentu saja sangat penting buat saya, siapapun dia. Oleh karena itu, biasanya saya menyimpan atau mencatat nomor tersebut pada catatan kecil, atau dengan tidak menghapus SMS yang masuk.

Nomor tersebut pernah hilang juga. Ketika awal memiliki nomor Matematika, HP saya masih satu. Maka, saya menggunakan HP tersebut bergantian untuk 2 nomor. Lagi-lagi karena kecerobohan saya, nomor IMTiga saya taruh di dalam saku celana. Mungkin ketika saya mengeluarkan uang untuk ongkos, nomor tersebut terjatuh dalam bus yang saya tumpangi, dan terbawa ke Cirebon :)). Untunglah, saya bisa mendapatkan kembali nomor yang sama setelah menghubungi customer service operator tersebut. Meskipun saya kembali memiliki nomor yang sama, tapi nomor-nomor yang tersimpan pada memori nomor tersebut hilang, karena kartunya berbeda.

Kenapa saya tidak mau mengganti nomor? Seperti yang sudah saya jelaskan, buat saya, nomor tersebut adalah identitas. Kalau ada perlu dengan saya, hubungi saja nomor tersebut, pasti akan 'bertemu' dengan saya. Insya Allah. Saya berpikir, suatu saat, nomor tersebut akan menjadi 'pintu rezeki' untuk saya. Entah bagaimana caranya, yang jelas saya percaya hal tersebut bisa terjadi. Selain itu, jika saya ganti nomor, malas sekali rasanya jika harus memberi tahu semua orang, "ini nomor saya yang baru, yang lama hapus aja!" Lebih dari itu, saya sebetulnya paling sebel kalau teman-teman saya mengganti nomor. Ooopppss. Heuheuheu. Apalagi kalau alasannya karena "operator itu mahal, ini lebih murah..." atau "soalnya pacar gua pake operator ini...", oopppsss lagi, kayaknya banyak yang 'ketembak' nih ;)) Lebih-lebih kalau ada teman yang ganti nomor, tiba-tiba SMS dengan akrabnya, tanpa pernah memberi tahu sebelumnya kalau nomornya sudah diganti. Ketika saya balas "siapa nih?" dia malah pundung, nyebelin kan? Dan karena sudah 'bikin' pundung, saya yang harus minta maaf, ini lebih nyebelin lagi! Dan yang lebih menyebalkan dari itu semua, teman saya ganti nomor tanpa pernah memberitahu saya sama sekali. Ketika saya menghubungi, yang saya dengar adalah pesan dari tante-tante bahwa nomor tersebut sudah tidak aktif, dan rasanya suara tante-tante tersebut sama di tiap operator. Karena itulah saya tidak pernah ingin mengganti nomor dan menghapus nomor-nomor di HP saya.

Saya percaya, dengan persaingan antar-operator yang semakin edan, konsumen tidak akan dirugikan, malah semakin diuntungkan. Bagi operator, konsumen lebih berharga dari apapun. Ya, iya lah...kalau nggak ada konsumen, operator dapat duit darimana? Oleh sebab itu, untuk mempertahankan pelanggan agar tidak kabur, juga untuk meningkatkan penjualan, operator pasti akan berusaha memanjakan konsumen. Jika kemudian ada operator menawarkan fasilitas yang menggiurkan, itu hanya sementara saja, tidak akan bertahan lama. Operator yang lain pasti akan menyusul dengan menawarkan fasilitas lainnya. Jadi, saya tidak perlu merasa khawatir dan iri dengan tawaran-tawaran menggiurkan tersebut.

Bukan tidak pernah saya membeli nomor dari operator lain. Saya pernah menggunakan 'kartu Remi' dan juga kartu 'Ukuran Baju'. Tetap saja, saya merasa berat untuk menggantikan posisi kartu IMTiga. Mungkin karena sudah menjadi bagian dari diri saya. Nomor-nomor tersebut hanya bertahan untuk sekali pemakaian saja, setelah pulsa habis, ya sudah, tidak pernah saya isi ulang lagi. Dulu kartu Ukuran Baju terhitung yang paling mahal, tapi sekarang mereka menawarkan fasilitas yang edan-edanan. Suatu saat, ceritanya akan lain lagi. Oleh karena itu, saya memilih untuk tidak tertarik memikirkan ganti nomor. Terlepas dari operator manapun yang sedang anda gunakan saat ini, saya menyarankan untuk tetap menggunakan nomor tersebut. Entah dengan anda, tapi saya sangat percaya suatu saat nomor tersebut bisa menjadi media untuk rezeki saya, bahkan mungkin jodoh saya juga, siapa tahu :)

S 3 K 3 L 0 4. 110407. 03.22.

NB : Ada yang mau nomor HP saya? :D

Labels:

Posted At Friday, April 06, 2007

Ayat Favorit
Terinspirasi oleh komentar Lucky di blog-nya Warastuti, saya jadi ingin menulis tentang ayat favorit saya dalam Al-Quran. Dari sekira 6237 ayat dalam Al-Quran (bukan 6666! terakhir saya menghitung segitu, koreksi kalau salah), setiap orang (atau sebagian orang?) pastinya punya ayat-ayat dalam Al-Quran yang menjadi 'pegangan' atau favorit. Tujuan memfavoritkan suatu surat bukan dengan tujuan mengkultuskan suatu ayat, tapi biasanya ayat tersebut mempunyai kesan yang mendalam. Sehingga, setiap kali ayat tersebut terdengar atau terbaca, mampu menimbulkan atau memunculkan sisi emosional dan spiritual dalam dirinya, atau mampu 'menggetarkan' jiwa dan hatinya.

Salah seorang sahabat saya, Tiar, menjadikan ayat 5-6 dari Surat Alam Nasyrah sebagai ayat-ayat favoritnya. "...Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan..." Menurut Tiar, ayat tersebut bisa mengingatkannya untuk tetap optimis dalam menghadapi setiap masalah. Lebih jauh lagi, ayat tersebut bercerita tentang kehidupan yang kadang mudah, lebih sering sulitnya...;)) Saya sendiri menjadikan ayat tersebut sebagai opening atau hiasan pada skripsi saya, karena sepanjang saya mengerjakan skripsi, ayat itulah yang selalu teringat dalam pikiran saya. Hasilnya, Alhamdulillah, saya bisa tetap optimis dengan masalah-masalah yang terjadi sepanjang waktu mengerjakan skripsi.

Pada pemilu 2004, dalam sebuah acara talkshow, Amien Rais yang saat itu menjadi calon presiden, ditanya tentang motivasi dirinya untuk mencalonkan diri dari presiden. Beliau menjawab, salah satu yang menjadi motivatornya adalah beberapa ayat Al-Balad, yaitu dimulai dari : "...Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sulit? Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? yaitu melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir...(Al-Balad : 10-16)". Dengan ayat tersebut, Amien Rais bisa PD untuk mencalonkan diri jadi presiden.

Lantas apakah ayat favorit saya? Ada beberapa ayat yang menjadi favorit saya dan selama ini juga saya jadikan pegangan. Terpengaruh oleh Tiar, saya juga memang jadi memfavoritkan ayat 5-6 Alam Nasyrah. Pengalaman spiritual dengan ayat tersebut memang sangat saya rasakan ketika mengerjakan skripsi, seperti yang sudah saya jelaskan.

Ayat yang lebih dulu menjadi favorit saya adalah 4 ayat terakhir dari surat Al-Fajr. "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu, dan masuklah ke dalam surga-Ku." Terus terang saja, sewaktu pertama kali membacanya, saya sempat merinding juga. Mengingat surat ini, selalu saja mengingatkan saya dengan kematian. Kalimat pada ayat-ayat tersebut adalah sambutan dari Allah kepada hambaNya, konon kalimat tersebut akan didengar oleh orang-orang yang beriman sesaat setelah kematiannya, hanya saja saya belum tahu sumber berita ini dari mana. Ayat tersebut selalu memotivasi saya untuk selalu menjadi orang yang lebih baik dari sekarang. Bisa dikatakan, mendapatkan 'sambutan' tersebut adalah sebuah obsesi dalam kematian saya nanti. Sebenarnya, itulah prestasi tertinggi setiap orang di akhir hidupnya.

Ayat selanjutnya menjadi favorit saya setelah ayat tersebut dibahas oleh Jeffrey Lang dalam bukunya Berjuang untuk Berserah (Struggling To Surrender). Ayat tersebut sudah sering kali terdengar atau dibaca oleh siapapun sebetulnya, hanya karena kita tidak pernah ingin tahu artinya, ayat-ayat tersebut seperti berlalu begitu saja tanpa makna. Ayat tersebut adalah ayat 1-3 dari surat Adh-Dhuha : "Demi waktu dhuha, dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada pula benci kepadamu."

Saat membaca paparan Lang dalam buku tersebut, hati saya benar-benar tergetar, merinding. Saya sering mendengar ayat tersebut, beberapa kali juga membaca artinya, namun tidak sampai menimbulkan efek seperti ketika membaca paparan Lang tersebut. Satu hal yang saya sadari ketika itu adalah bahwa meskipun saya sudah 2 kali menamatkan membaca arti dari seluruh ayat Al-Quran, namun saya tidak pernah benar-benar memberi perhatian khusus terhadap apa yang saya baca. Memang benar, membaca ayat Al-Quran perlu perenungan lebih mendalam, tidak bisa seperti membaca novel atau cerpen. Bahkan untuk ayat-ayat yang paling sederhana sekalipun.

Dari ayat tersebut saya memahami satu hal. Buat saya, ayat tersebut adalah sebuah jaminan dari Allah. Bahwa Dia tidak akan menelantarkan kita, bahwa Dia sudah menjamin kehidupan kita, bahwa Dia tidak membenci kita, bahwa Dia dekat dengan kita. Itu adalah kalimat cinta dari Allah, sumpah setia dari Allah. Bagaimana rasanya jika orang yang paling kita cintai mengatakan "saya tidak akan meninggalkan kamu, saya akan setia kepadamu, saya tidak akan menyia-nyiakan dirimu?" Kita pasti bahagia. Dan itulah yang sesungguhnya Allah lakukan terhadap hambaNya. Membahagiakan. Namun, kita tidak pernah sadar.

Maka, dengan berpegang kepada ayat ini saja, rasanya kita tidak perlu khawatir untuk menjalani hidup. Ada Allah yang menjaga kita, ada Dia yang melindungi kita. Dia tidak akan melanggar sumpah dan janjiNya. Masalahnya hanya satu, apakah kita yakin dan percaya dengan jaminan Allah itu? Lebih dari itu, apakah kita bisa yakin dan percaya untuk hidup dengan caraNya? Sejujurnya, kita lebih sering meragukanNya. Itulah sumber masalah yang sesungguhnya.

Saya bukan orang yang mudah menangis, meskipun mudah empati atau terharu. Saya tidak pernah bisa menangis ketika berdoa dan menyesali dosa-dosa saya seperti di sinetron-sinetron, atau bahkan seperti teman-teman saya yang lain. Namun, pernah suatu kali saya menangis ketika membacakan surat Adh-Dhuha dalam salah satu shalat saya, tangisan itu dimulai tepat pada saat membaca ayat "Tuhanmu tiada meninggalkanmu dan tiada pula benci kepadamu." Tentunya dengan versi bahasa Al-Qurannya. Anehnya, tangisan itu muncul dengan sendirinya. Dan setelah itu tidak pernah sekalipun saya menangis lagi setiap membaca surat tersebut. Sejujurnya, saya merindukan tangisan itu. Jika anda pernah merasakan tangisan seperti itu, mungkin anda juga akan merasakan kerinduan yang sama dengan saya. Ada kesadaran bahwa saya ternyata sangat lemah dan tidak memiliki apa pun, namun pada saat yang sama saya merasa yakin segalanya akan baik-baik saja. Entahlah. Mungkin karena pada saat itu saya sedikit menghayati arti dari ayat tersebut. Mungkin...

Ada satu ayat lagi yang menjadi favorit saya, yaitu At-Tahrim ayat 8. Secara keseluruhan berbicara tentang perintah tobat, namun yang menjadikan ayat ini sebagai favorit karena di dalamnya termuat sebuah do'a. Meskipun, alasan pertama saya memfavoritkan ayat ini lebih dikarenakan ada 'sesuatu' di dalam do'a tersebut yang tidak bisa dan tidak tepat saya ceritakan di sini. Namun, terlepas dari alasan apa pun, pada akhirnya do'a tersebut selalu saya lafalkan dalam setiap kesempatan saya berdo'a.

S 3 K 3 L 0 4. 02.45. 060407.

NB : Btw, ada yang menjadikan surat An-Nisa:3 sebagai ayat favorit nggak ya? Heuheuheu...

Labels: ,

Copyright © 2006 Bom Bye
Design : Donny Reza