Dalam 2 minggu terakhir, saya terlibat lagi dalam beberapa acara. Pernikahan teman di Lampung, Kemah Juara
Rumah Zakat, Daurah
SSG Cibeunying serta jadi saksi sekaligus dokumentator acara khitanan anak seorang teman. Entah kenapa, dalam moment-moment tersebut, sengaja atau tidak, saya selalu berinteraksi dengan sebuah benda yang namanya kamera. Mungkin juga karena saya yang selalu 'gatal', tidak bisa lihat kamera bagus, bawaannya ingin 'ngoprek' dan pinjam. Atau juga karena teman-teman tahu kalau saya suka dengan
fotografi.
Alhamdulillah, saya bisa merasakan menggunakan beberapa jenis kamera, dari level terendah sampai level tertinggi, bahkan handycamp. Level terendah, tentu saja kamera saya,
Olympus Camedia C-160, karena di moment-moment tersebut saya selalu membawa serta kamera tersebut. Bahkan ketika survey tempat untuk acara Daurah SSG. Kamera ini tidak jelek-jelek amat, tapi juga sulit untuk dikatakan bagus. Saya kira, cukup, jika hanya digunakan untuk orang-orang yang tidak peduli dengan serba-serbi kamera dan fotografi. Fasilitasnya pun pas-pasan. Dengan resolusi sampai 3.2 Megapixel dan hanya mengandalkan Digital Zoom 2.5x, masih cukup untuk mengambil objek-objek sampai 10 meter. Namun, karena tidak memiliki Optical Zoom, gambar yang dihasilkan cenderung pecah ketika melakukan zooming untuk jarak yang agak jauh. Selain itu, kemampuan kamera ini untuk menangkap objek dalam kondisi cahaya terbatas seperti dalam ruangan atau di malam hari, bahkan sore hari menjelang maghrib pun, sangat payah. Meskipun masih bisa diakali dengan menaikan
exposure. Berikut adalah beberapa hasil dari Olympus C-160.
Dalam acara Daurah SSG, saya pun 'dititipi' sebuah kamera oleh
Ayu, anggota baru SSG Wilayah Cibeunying.
Casio Exilim, entah seri ke berapa...saya lupa mencatatnya. Meskipun interaksi saya dengan kamera tersebut sempat terjadi beberapa minggu sebelumnya. Akan tetapi, saya tidak sempat 'ngulik' fasilitas-fasilitas yang ada. Hasil yang diperoleh jauh lebih baik dibandingkan Olympus C-160. Bisa 3x Optical Zoom plus Digital Zoom, dengan resolusi sampai 7.2 Megapixel. Tersedia pilihan
ISO 100, 200 dan 400. Hanya saja, saya belum pernah menggunakan kamera tersebut di malam hari, hanya di dalam ruangan, dan hasilnya tidak terlalu mengecewakan, meskipun tanpa menggunakan
flash/blitz. Seingat saya, kamera ini belum memiliki opsi untuk memilih
Aperture ( bukaan diafragma lensa ) dan
Shutter Speed, nampaknya diset otomatis.
Kamera yang lebih baik dalam hal feature dan performa adalah
Kodak EasyShare DX6490. Saya berinteraksi dengan kamera tersebut ketika mengantarkan teman saya, Ipuy, menikah dengan wanita pilihannya di Lampung. Kamera ini sudah memiliki opsi untuk memilih Aperture, Shutter Speed dan ISO, 3 unsur penting dalam sebuah kamera ideal. 10x Optical Zoom dan 4.0 Megapixel. Oleh karena itu, kamera ini sudah mendukung penggunaan kamera dalam mode
Aperture Priority (A atau Av),
Shutter Priority (S) dan Manual (M). Bagi yang tertarik untuk mendalami fotografi, kamera ini cocok sebagai media belajar, karena segala kebutuhan sebuah kamera ideal ada pada kamera ini. Sebuah kamera semi-DSLR. Ketika menggunakan kamera ini, saya memakai mode Aperture Priority (A). Dengan mode ini, berarti saya bisa menentukan bukaan diafragma (Aperture) secara manual, saya paling suka dengan Aperture yang paling kecil nilainya f/2.8 atau f/3.2, sementara Shutter Speed diatur oleh kamera secara otomatis. Dan hasilnya...
Sementara dalam acara Kemah Juara Rumah Zakat, saya sempat menggunakan 5 buah kamera dengan merk dan jenis yang berbeda. Sayangnya, saya tidak sempat mengingat merk dan seri kamera-kamera tersebut. Ada 2 buah kamera yang bikin saya 'ngiler' dan ingin menangis gara-gara kabita pisan...2 buah kamera Nikon
DSLR, entah seri ke berapa, yang digunakan oleh fotografer sewaan, yang ternyata satu almamater dengan saya. Saya sempat mencoba kedua kamera tersebut dan mengambil beberapa objek...dan hasilnya? Luar biasa. Apalagi, lensa yang digunakan juga bukan lensa standar, tapi bisa menangkap objek dengan jelas sampai jarak 40 meter. Serasa jadi fotografer beneran...Sayangnya, saya tidak bisa menampilkan hasil jepretan dengan kamera tersebut, karena saya tidak sempat meminta gambarnya. Sampai saat ini sedang saya usahakan untuk mendapatkan gambar-gambar tersebut.
Ada satu pemandangan yang sempat saya tangkap, yaitu ketika salah seorang peserta/panitia kegiatan tersebut membaca Al-Quran di bawah pohon, dengan pencahayaan sinar matahari pagi, sekitar jam 7 pagi. Diam-diam, saya mengambil moment tersebut dengan kamera DSLR yang saya gunakan. Dan hasilnya...keren!!
An awesome view. Diantara seluruh objek yang saya ambil, gambar itulah yang paling ingin saya miliki.
Sebuah kamera lagi yang dititipkan kepada saya, Canon kalau tidak salah, entah seri ke berapa, tapi bukan DSLR. Riska yang menitipkannya kepada saya, sesama seksi dokumentasi dalam acara Kemah Juara. Hasilnya tidak berbeda jauh dengan Casio Exilim milik Ayu. Padahal, kamera Riska lebih lengkap fasilitasnya. Memiliki opsi Aperture dan Shutter Speed juga, seingat saya. Pun didukung oleh fasilitas Optical Zoom. Namun, hasil keduanya setara.
Sebuah pengalaman menarik ketika saya diminta untuk mengabadikan moment khitanan Hanif, putra teman saya. Meskipun datang terlambat, saya sempat mengambil beberapa gambar proses khitanan tersebut. Bahagia rasanya menjadi saksi sebuah moment penting, dan mengabadikannya. Saya pikir, itulah sisi menarik dan kepuasan seorang fotografer. Saya sempat bingung juga ketika ditanya, kenapa tertarik fotografi? Sekarang saya tahu jawabannya :) Ruginya jadi fotografer, jarang jadi objek yang difoto :)) tapi, saya sih senang seperti ini, soalnya kalau difoto, sudah kehabisan gaya alias mati gaya. Heu3x. Bahkan,
Widi pernah nyeletuk..."
Don, lu mah nggak fotogenik, susah amat nyari sisi menariknya buat difoto..." Inget kan Wid? Heu3x.
Kesimpulan saya...meskipun dalam fotografi juga ada kaidah "
The Man behind The Gun", alias tergantung siapa yang menggunakan kamera, tetap saja, kamera yang lebih baik cenderung membantu orang lebih kreatif dan menghasilkan gambar yang lebih baik. Setidaknya berdasarkan pengalaman saya, seperti itu kasusnya. Namun, jika saya ditanya, bagusnya punya kamera yang seperti apa? Ya...tergantung tujuan penggunaan juga dan...tergantung kemampuan dompet kita juga. heu3x.
S 3 K 3 L 0 4. 180707. 8:25.
Labels: Experience, Fotografi